SAIBETIK– Kasus penyidikan PT. Lampung Energi Berjaya (LEB) yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung mendapat sorotan tajam. Kejati dikritik karena dinilai belum memberikan penjelasan rinci mengenai kesalahan dalam pengelolaan dana Participating Interest (PI) yang dikelola oleh PT. LEB. Hal ini memunculkan keprihatinan, terutama mengingat ketidakjelasan regulasi yang terlibat dalam kasus tersebut.
Menurut praktisi hukum Dr. Sopian Sitepu, SH., MH, yang juga advokat senior Lampung, proses penyidikan kasus ini terkesan prematur. Ia menilai bahwa Kejati Lampung tidak memahami secara utuh regulasi yang mengatur pengelolaan dana PI. Dalam hal ini, Sopian menyarankan Kejati untuk terlebih dahulu menelaah sumber dana PI yang sebesar 10% tersebut, termasuk kejelasan apakah dana tersebut berasal dari uang negara atau bukan. Hal ini penting agar masyarakat bisa lebih memahami dan mengetahui dasar hukum dari penerimaan dana tersebut.
Dalam konteks ini, pengelolaan dana PI oleh PT. Riau Petroleum Rokan (RPR) yang merupakan BUMD Pemprov Riau, dapat menjadi acuan. Dana PI yang diterima oleh PT. RPR dari PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada periode 2021-2023 tercatat mencapai Rp 3,5 triliun. Dana ini kemudian dikelola dan didistribusikan sesuai dengan kesepakatan yang berlaku. Potongan pajak migas sebesar 20% serta biaya operasional dan Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi bagian dari alokasi dana tersebut. Dana PI ini disalurkan ke kabupaten-kabupaten yang memiliki sumur minyak, seperti Bengkalis, Kampar, Rokan Hulu, dan Siak, dengan proporsi yang sudah ditetapkan.
Fitra Yuliandi, Humas PT. RPR, menjelaskan bahwa setelah dana disalurkan ke kabupaten-kabupaten tersebut, PT. RPR tidak lagi memiliki kewenangan terhadap penggunaan dana tersebut. Kewenangan sepenuhnya berada pada BUMD yang menerima dana, sehingga PT. RPR hanya bertugas untuk memverifikasi laba bersih yang dihasilkan.
Sopian Sitepu menilai, dalam kasus PT. LEB, Kejati Lampung belum menjelaskan dengan jelas apakah PT. LEB sah menerima dana PI dan apakah proses pengelolaannya sesuai dengan ketentuan yang ada. Ia mengingatkan bahwa dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, tidak dijelaskan secara rinci mengenai penggunaan dana PI untuk kegiatan apa saja. Oleh karena itu, pengelolaan dana tersebut harus mengacu pada rencana kerja yang disepakati dalam RUPS PT. LEB atau Anggaran Dasar perusahaan.
Selain itu, Sopian mempertanyakan apakah dalam penyelidikan Kejati Lampung sudah ditemukan adanya perbuatan pidana yang jelas, atau justru proses penyidikan masih prematur tanpa bukti yang cukup. Proses penyelidikan yang terburu-buru bisa mengarah pada penyalahgunaan wewenang oleh penyidik, yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi pihak terkait.
“Penting untuk melihat secara menyeluruh agar tidak ada opini yang membingungkan masyarakat dan menghambat proses hukum yang seharusnya berjalan dengan objektif,” tegas Sopian.
Kasus ini, yang melibatkan pengelolaan dana yang bernilai besar, masih harus menunggu kejelasan lebih lanjut dari Kejati Lampung, agar publik tidak terjebak dalam spekulasi yang tidak berdasar.***