JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar sosialisasi Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), di Aula Chakti Buddhi Bhakti DJP, Rabu (14/12/2021) melalui Zoom Cloud Meeting dan Youtube.
Kegiatan rangkaian roadshow sosialisasi UU HPP di Bali pada 18 November 2021 lalu, itu ditujukan bagi Wajib Pajak prominen dan figur publik di wilayah Jakarta dan Banten.
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menjelaskan secara komprehensif UU HPP lahir di tengah merebaknya virus Covid-19 varian delta. Dimana pembahasan pemerintah dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tetap dilakukan secara daring.
“Paling tidak 80 pihak didengarkan pendapatnya tentang UU HPP. Sejak ditunjuknya Komisi XI DPR RI untuk membahas UU HPP bersama pemerintah, para anggota Komisi XI bekerja sangat keras. Hal itu karena para anggota memahami maksud pemerintah akan pentingnya reformasi perpajakan dilakukan pada saat pandemi dan keterbatasan fiskal ini,” kata Dito dalam sambutannya.
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan overview UU HPP secara lengkap, dari latar belakang reformasi pajak dilakukan sampai muatan materinya. Menurutnya, APBN sebagai instrumen keuangan sangat penting dalam menahan pemburukan yang terjadi akibat pandemi Covid-19.
“Oleh sebab itu, reformasi terus-menerus di bidang APBN sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan APBN. Selaras dengan itu, pajak yang merupakan tulang punggung APBN juga perlu dilakukan reformasi. Utamanya adalah pajak, dari sekitar Rp1.800 triliun APBN, sekitar Rp1.300 triliunnya adalah pajak. Jadi kita ingin mendesain pajak yang netral, efisien, fleksibel, dan menjaga stabilitas yang adil,” papar Sri Mulyani.
Terkait dengan hasil diskusi, informasi perihal PPS tahun 2023 akan sangat terbuka dan tarif yang rendah. Sehingga para pengusaha diminta untuk mengikuti, karena akan ada sanksi bagi pengusaha yang diketahui oleh DJP belum mengungkapkan harta secara benar dalam program Tax Amnesty dan SPT Tahunan 2020. Oleh karena itu, para peserta diskusi juga berharap pemerintah segera menerbitkan aturan turunan PPS yang sudah mulai dijalankan pada 1 Januari 2022.
Sri Mulyani menanggapi perihal PPS yang bertujuan untuk meningkatkan kelengkapan basis data agar tercapai keadilan, tidak ada yang tidak membayar pajak terus menerus, dan tidak ada yang harus membayar pajak terus menerus, harus adil. WP diharapkan tidak lagi menyembunyikan hartanya, karena saat ini DJP telah memiliki akses keuangan yang tidak terbatas, Automatic Exchange of
Information (AEoI), dan kesepakatan global dengan negara lain.
“Sebaiknya WP ikut saja, karena kalau enggak, setelah bulan Juni (2022), Pak Suryo dan timnya (DJP) akan menggunakan seluruh akses yang dimiliki untuk mengejar di manapun harta WP. Ini bukan ancaman, justru ini adalah fasilitas, silakan dimanfaatkan. Sedangkan turunan PPS, Sri Mulyani menyatakan aturannya sedang dalam proses, ada yang sedang diharmonisasi dan difinalisasi. PPS memang menjadi bahasan utama dalam sosialisasi ini,” pungkas Sri Mulyani.
Kegiatan diskusi dalam sosialisasi tersebut dipimpin Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo. Dalam diskusi panel, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Arsjad Rasyid, dan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Suryadi Sasmita.
Laporan Siska Purnama