SAIBETIK – Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengajukan anggaran sekitar Rp55 milyar, pada Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun Anggaran 2022.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej mengatakan jika anggaran akan dipergunakan untuk program bantuan hukum masyarakat miskin di Indonesia.
“Kementerian Hukum dan HAM ajukan program Bantuan Hukum Litigasi kepada 5.699 orang dengan anggaran sebesar Rp47.872.000.000 dan Bantuan Hukum Non Litigasi kepada 758 kelompok masyarakat sebesar Rp8.493.320.000 di 33 Provinsi,” ujar Eddy dalam Rapat Kerja Komisi III dengan Kementerian Hukum dan HAM, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (07/6/2021)
Dikatakannya, Bantuan Hukum untuk masyarakat miskin tersebut pada pelaksanaannya akan diamanatkan kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), dengan merekrut Organisasi Bantuan Hukum yang diseleksi terlebih dahulu.
Pengajuan anggaran Kemenkumham untuk masyarakat miskin ini, sambung Eddy, juga mendapatkan dukungan dari anggota Komisi III DPR RI. Benny K. Harman dari Fraksi Demokrat menyatakan bahwa anggaran Pembinaan Hukum Nasional seharusnya lebih diprioritaskan.
“Tapi kenapa anggaran BPHN lebih kecil dari Pemasyarakatan?,” tanyanya.
Hal senada juga disampaikan Mohamad Rano Alfath dari Fraksi PKB. “Program Bantuan Hukum Litigasi dan Non Litigasi ini bagus. Kalau bisa dibesarkan lagi anggarannya,” ujar Rano.
Kriteria masyarakat miskin pada bantuan hukum tersebut berdasar pada UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum Pasal 5 Ayat 1 dan 2, yang salah satunya dibuktikan dengan Surat Keterangan Miskin.
“Prosedurnya adalah calon Penerima Bantuan Hukum atau Pemohon Bantuan Hukum mengajukan Permohonan Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum dengan melampirkan dokumen identitas, SKTM, dan dokumen perkaranya,” ujar Kepala Bidang Bantuan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Dwi Rahayu Eka Setyowati pada kesempatan terpisah.
Sementara itu, Bantuan Hukum Non Litigasi nantinya akan diterapkan pada sembilan program kegiatan. “Kegiatan Bantuan Hukum Non Litigasi terdiri dari Penyuluhan Hukum, Konsultasi Hukum, Investigasi Kasus, Penelitian Hukum, Mediasi, Negosiasi, Pemberdayaan Masyarakat, Pendampingan di Luar Pengadilan, dan Drafting Dokumen Hukum,” papar Dwi.
Selain Penegakan Hukum Nasional, poin lain dalam Prioritas Nasional ke-7 adalah Konsolidasi Demokrasi, Optimalisasi Kebijakan Luar Negeri, Penegakan Hukum Nasional, Reformasi Kelembagaan Birokrasi, dan Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional.
Sementara itu Prioritas Nasional lainnya adalah Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Berkualitas dan Berkeadilan; Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan; Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing; Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan; Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar; dan Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim. (Laila/rilis)
Dirilis oleh:
Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama
Kementerian Hukum dan HAM
Laporan Siska Purnama