BANDAR LAMPUNG, Saibetik.com – Kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak pada Januari hingga Desember 2021 di Provinsi Lampung terjadi sebanyak 239 kasus. Sementara Kota Bandar Lampung menyokong sebanyak 47 kejadian paling banyak diantara Kabupaten Kota di Lampung.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif LAdA Damar Sely Fitriani, dalam data refleksi awal tahun 2022, siaran pers LAdA Damar yang diterima Saibetik.com, Senin, 3 Januari 2022.
Sely merinci, terdapat kasus seksual ranah privat sebanyak 7 kasus perkosaan, 34 kasus pencabulan, dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) berjumlah 2 kasus, dan KDRT 12 kasus. Sementara kekerasan fisik diranah privat, antara lain Penganiayaan 8 kasus, pembunuhan 3 kasus, pembuangan bayi 7 kausu, penculikan 2 kasus, pelarian satu kausu dan perampokan dua kasus.
“Maka, LAdA Damar berharap segerakan perlindungan bagi anak perempuan korban kekerasan seksual di Propinsi Lampung,” kata Sely, dalam data reflesi awal tahun 2022.
Sementara, lanjut Sely, kasus yang di ranah publik kategori seksual, terjadi 20 kasus perkosaan, 93 kasus pencabulan, 5 kasus KBGO, 1 kasus Ekshibionis, 17 kasus perdagangan perempuan Pekerja Migran Indonesia dan anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Dan kekerasan fisik, yakni Sembilan kasus pembunuhan, Lima penganiayaan, dan Lima perampokan.
“Dari angka tersebut, menunjukkan bahwa di Lampung setiap bulan terjadi 20 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, atau setiap minggu terjadi lebih dari 5 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ungkapnya.
Sely menyebut kategori usia yang menajdi korban didominasi antara kurang dari 18 tahun, dan dibawah umur. Lantaran, rentan dan tidak kuasa melakukan perlawanan saat mendapati kekerasan seksualitas. Terlebih dan juga belum memiliki nalar yang cukup atas peristiwa yang terjadi.
“Ada 170 korban dalam kasus kekerasan berusia anak, ini terjadi karena orang tua yang kurang waspada terhadap lingkungan sosialnya, adanya pembiaran ketika terjadi perubahan pada prilaku anak-anaknya,” jelas dia.
Namun dari 208 orang yang dilaporkan sebagai pelaku kekerasan seksual, ada setidaknya 25 pelaku tergolong usia anak. Sisanya berusia di atas 18 tahun atau usia dewasa. Dan pelaku juga didominasi orang terdekat, tetangga, ayah kandung, ayah angkat, kakak kandung, kakak angkat, guru, guru ngaji, pacar, teman, majikan.
Berdasarkan wilayah kejadian kekerasan terhadap perempuan tertinggi terjadi di Kota Bandar Lampung, yakni sebanyak 47 kasus. Kemudian disusul angka kasus tertinggi kedua di Lampung Timur 34 kasus, lalu Tulang Bawang 21 kasus, Lampung Tengah 20 kasus, Tanggamus 17 kasus, Lampung Utara 16 kasus, Lampung Selatan dan Way Kanan masing-masing 15 kasus, Pesawaran 11 kasus dan Pringsewu 7 kasus, Mesuji 5 kasus, Lampung Barat dan Metro masing-masing Dua kasus, di luar wilayah Lampung (Palembang, Riau, Pangkal Pinang, dan Malaysia) 10 kasus, tidak diketahui 17 kasus.
“Bandar Lampung menjadi wilayah tertinggi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi logis dikarenakan angka kejadian kriminalitas tertinggi di perkotaan. Hal ini didukung dengan mudahnya memperoleh data di Bandar Lampung, masyarakatnya lebih terbuka dan berani mengungkap kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi disekitarnya atau yang menimpa dirinya serta tersedia sarana dan prasarana yang memadai sehingga memudahkan penjangkauan kasus dibanding daerah lain,” tutur Sely.
Ia menambahkan, perempuan pekerja migran dan anak di Lampung masih sangat rentan menjadi korban perdagangan orang tercatat 17 perempuan Pekerja Migran Indonesia menjadi korban TPPO dan Kekerasan Berbasis Gender. Hal itu karena mayoritas pekerja migran adalah perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, dan mudah berpindah-pindah majikan hingga tidak terpantau lagi keberadaannya.
“Kerentanan pekerja migran dalam tiap tahapan migrasi dan berbagai persoalan pelanggaran HAM pada saat bekerja dan kembali ke tanah air masih menjadi persoalan keseharian yang dialami oleh perempuan pekerja migran,” pungkasnya.
Laporan Siska Purnama