SAIBETIK – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengajukan banding atas vonis 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis. Dalam upaya hukum ini, Kejagung tetap menuntut hukuman 12 tahun penjara, sesuai dengan tuntutan awal Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa saat ini JPU tengah menyusun memori banding untuk memperkuat argumen hukum mereka di tingkat selanjutnya. Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Pujiyono Suwadi, menegaskan bahwa dalam sidang banding, yang diuji adalah putusan pengadilan tingkat pertama, bukan membuat tuntutan baru.
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menambahkan bahwa majelis hakim tingkat banding memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman lebih berat, namun tidak boleh melebihi batas maksimal yang ditetapkan dalam undang-undang.
Harvey Moeis dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ke-1 KUHP. Berdasarkan regulasi tersebut, ancaman hukuman bagi terdakwa korupsi bisa mencapai 20 tahun penjara atau bahkan seumur hidup.
Dorongan agar Harvey dijatuhi hukuman lebih berat semakin kuat setelah Presiden Prabowo Subianto menyoroti kasus korupsi besar yang hanya berujung vonis ringan. Prabowo menyebut hukuman yang pantas bagi kasus korupsi besar bisa mencapai 50 tahun.
Namun, Fickar menilai tuntutan seperti itu sulit direalisasikan mengingat ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia membatasi hukuman maksimal hingga 20 tahun, kecuali dijatuhkan hukuman seumur hidup.
“Jadi pilihannya seumur hidup atau maksimal 20 tahun,” ujar Fickar.***