SAIBETIK- Menjelang penutupan Tahun Anggaran 2025, LSM PRO RAKYAT mengambil langkah tegas dengan mendatangi Kantor Pusat Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, pada Jumat, 5 Desember 2025. Ketua Umum LSM PRO RAKYAT, Aqrobin AM, didampingi Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E., menyampaikan surat resmi kepada Ketua BPK RI, lengkap dengan tembusan kepada Presiden RI Prabowo Subianto. Dalam surat tersebut, LSM PRO RAKYAT menuntut pencopotan Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dan mutasi menyeluruh pejabat pemeriksa di lingkungan BPK Lampung.
Langkah ini muncul setelah LSM PRO RAKYAT melakukan evaluasi mendalam terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2023 dan 2024, yang menyoroti pengelolaan keuangan di Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota se-Lampung. Hasil kajian menunjukkan dugaan ketidaksesuaian temuan BPK RI Lampung dengan fakta di lapangan, termasuk penyimpangan proyek, kualitas pekerjaan rendah, serta penyelesaian proyek yang tertunda atau mangkrak.
Dalam keterangan pers di kantor LSM PRO RAKYAT Pahoman, Bandar Lampung, Minggu, 7 Desember 2025, Aqrobin menyampaikan bahwa banyak proyek pemerintah yang nyata-nyata mengalami penyimpangan volume, kualitas, dan penyelesaian, namun tidak dicatat sebagai temuan signifikan oleh BPK RI Lampung. “Beberapa proyek fisik jelas tidak sesuai spesifikasi kontrak, kualitasnya rendah, bahkan ada yang mangkrak, tapi tidak disebut dalam LHP,” ujarnya.
Aqrobin menekankan bahwa pemeriksaan penggunaan anggaran di Lampung terkesan hanya bersifat administratif semata. “BPK melakukan pemeriksaan seakan formalitas. Padahal sejumlah anggaran yang patut diduga bermasalah secara hukum tidak diangkat sebagai temuan berkonsekuensi pidana,” katanya.
Sekretaris Umum LSM PRO RAKYAT, Johan Alamsyah, S.E., menyoroti proses uji petik BPK Lampung yang diduga tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. Menurut Johan, uji petik seharusnya menjadi alat utama untuk membuktikan fakta lapangan, namun temuan BPK Lampung tidak sinkron dengan realitas proyek di lokasi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pemeriksaan tidak dilakukan sesuai standar profesional.
Johan juga menekankan bahwa adanya temuan berulang setiap tahun namun tidak ditindaklanjuti secara hukum menimbulkan pertanyaan serius bagi publik. “Kalau temuan yang sama muncul di 2023 dan 2024 tapi tidak diteruskan ke aparat penegak hukum, publik berhak bertanya, ada apa dengan proses pemeriksaan di BPK Lampung?”
LSM PRO RAKYAT menilai praktik pemeriksaan ini berpotensi melanggar sejumlah undang-undang, antara lain:
1. UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang mewajibkan BPK melaporkan indikasi pidana.
2. UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, yang menekankan integritas, independensi, dan profesionalisme pemeriksa.
3. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menegaskan pengelolaan keuangan harus tertib, efisien, efektif, dan transparan.
4. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), yang mewajibkan pemeriksaan berbasis bukti, konfirmasi lapangan objektif, dan penyampaian temuan jujur serta lengkap.
Johan menegaskan bahwa jika pemeriksaan tidak sesuai fakta lapangan, mengabaikan bukti, dan indikasi pidana tidak dilaporkan, hal ini dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran serius terhadap UU Keuangan Negara dan UU BPK. “Ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan dugaan pelanggaran hukum serius. BPK Lampung wajib melaporkan temuan pidana, bukan menyembunyikannya dalam laporan administratif,” katanya.
Berdasarkan dugaan pelanggaran tersebut, LSM PRO RAKYAT menilai kepala BPK RI Lampung beserta jajarannya tidak layak dipertahankan. Aqrobin menegaskan, “Ketika temuan tidak sesuai fakta dan pemeriksaan menyimpang dari standar akuntansi keuangan negara, kepercayaan publik runtuh. Satu-satunya langkah bermartabat adalah pencopotan dan mutasi pejabat terkait.”
Dalam surat yang dikirimkan ke Ketua BPK RI dan ditembuskan ke Presiden RI, terdapat empat tuntutan utama:
1. Copot Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung.
2. Mutasi total pejabat pemeriksa BPK Lampung.
3. Audit independen proyek/kegiatan yang menimbulkan kerugian negara dalam LHP BPK RI Tahun 2023 dan 2024 di Pemprov, Pemkab, dan Pemkot se-Lampung.
4. Pelaporan kepada aparat penegak hukum atas temuan berindikasi pidana sesuai UU Nomor 15 Tahun 2004.
Johan menegaskan, “Kami ingin BPK Lampung kembali menjadi benteng terakhir penyelamatan uang rakyat, bukan sekadar mesin penerbit laporan formalitas. Setiap rupiah uang rakyat harus diawasi secara nyata, bukan dicatat tanpa makna.”
Aqrobin menambahkan, “Kami berharap Presiden dan pimpinan BPK RI memperhatikan kondisi pengawasan keuangan di Lampung, agar fungsi BPK benar-benar dirasakan rakyat. Tidak ada ruang untuk laporan formalitas yang menutupi fakta.”
LSM PRO RAKYAT menekankan bahwa tindakan ini merupakan bentuk pengawasan masyarakat sipil terhadap lembaga negara, demi menjaga transparansi, akuntabilitas, dan integritas pengelolaan keuangan negara di tingkat daerah. Langkah ini diharapkan mampu mendorong BPK Lampung menjalankan tugasnya sesuai standar profesional, memperkuat pengawasan, dan memberikan perlindungan terhadap uang rakyat.***










