SAIBETIK- Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan penghormatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden). MK menyatakan bahwa Pasal 222 dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi.
“Sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat,” kata Yusril dalam keterangan resminya.
Yusril menegaskan bahwa keputusan tersebut berlaku untuk semua pihak, termasuk pemerintah, yang tidak dapat melakukan upaya hukum apa pun atas putusan tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa meskipun permohonan untuk menguji Pasal 222 telah diajukan lebih dari 30 kali, baru pada pengujian terakhir ini permohonan tersebut dikabulkan.
Pemerintah Menghormati Putusan MK
Meskipun terdapat perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas Pasal 222, Yusril menegaskan bahwa pemerintah menghormati keputusan MK dan tidak dalam posisi untuk mengomentari putusan tersebut, seperti yang bisa dilakukan oleh akademisi atau aktivis.
“MK berwenang menguji norma Undang-Undang dan menyatakan jika norma tersebut bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tambah Yusril.
Setelah putusan tersebut, yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden, pemerintah akan melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai dampak penghapusan presidential threshold terhadap pelaksanaan Pilpres 2029.
Pembahasan Bersama DPR dan Stakeholders
Jika diperlukan perubahan dalam Undang-Undang Pemilu terkait penghapusan presidential threshold, Yusril menyatakan bahwa pemerintah akan bekerja sama dengan DPR untuk melakukan perubahan tersebut. Selain itu, pihak-pihak terkait seperti KPU, Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat akan dilibatkan dalam pembahasan lebih lanjut.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga yang menggugat Pasal 222. MK menilai bahwa pasal tersebut bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, dan moralitas, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dengan keputusan ini, partai politik atau gabungan partai politik tidak lagi dibatasi oleh ambang batas dalam mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu mendatang.
Rekomendasi MK
Untuk mencegah kemunculan banyak pasangan calon, MK memberikan lima poin rekomendasi dalam rekayasa konstitusional (constitutional engineering) yang perlu diperhatikan dalam pengaturan lebih lanjut.****