SAIBETIK – InsidePolitik – Para petani singkong di Lampung kini menghadapi situasi pelik. Penutupan sejumlah pabrik tapioka membuat harga singkong anjlok, sementara hasil panen yang tertunda terancam busuk akibat curah hujan tinggi.
Di Kabupaten Mesuji, misalnya, para petani terpaksa menunda panen karena pabrik-pabrik tapioka setempat menghentikan pembelian singkong dari petani lokal. Penutupan ini disebut-sebut dipicu oleh ketidakmampuan pabrik memenuhi harga beli yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Lampung, yaitu Rp 1.400 per kilogram.
Petani di Ambang Kehilangan Pendapatan
Wayan, seorang petani di Mesuji, menyebut tahun ini sebagai masa terburuk bagi petani singkong. “Petani singkong tidak baik-baik saja. Kami harus sabar menunggu harga stabil dan cuaca yang tidak menentu,” ujarnya. Menurut Wayan, hujan deras membuat singkong cepat membusuk, sehingga jika tidak segera dipanen, hasil panen akan terbuang sia-sia.
Namun, panen pun bukan solusi bagi para petani. “Jika panen, kami bingung mau dijual ke mana. Semua pabrik dan lapak tutup,” keluhnya.
Keluhan serupa disampaikan Komang, petani lain di Kecamatan Mesuji Timur. Ia mempertanyakan keputusan perusahaan tapioka yang memilih menutup operasional. “Kami menuntut harga sesuai kebijakan pemerintah, tapi perusahaan malah bermain aman dengan menutup pabrik. Kami jadi serba salah,” kata Komang.
Komang juga mengungkapkan kebingungannya karena lahan singkong yang dikelolanya sudah memasuki masa panen. Namun, tanpa adanya pabrik yang beroperasi, hasil panennya terancam tidak terserap pasar.
Butuh Campur Tangan Pemerintah
Petani lain, Anom, turut mengeluhkan dampak penutupan pabrik tapioka terhadap kehidupannya. “Tanaman saya sudah berumur delapan bulan, siap panen. Tapi pabrik tutup, mau dijual ke mana lagi?” keluh Anom. Ia juga mengaku tengah membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup, namun kesulitan mencari pinjaman.
Penutupan sejumlah pabrik, seperti yang terjadi di Pabrik Tapioka BW Tulangbawang, berlangsung sejak 24 Januari 2025. Hal ini diungkapkan Kiki, kasir pabrik tersebut, yang menyebut keputusan penutupan diambil manajemen tanpa batas waktu yang jelas.
Desakan untuk Pemerintah Pusat
Krisis ini memaksa para petani meminta perhatian serius dari pemerintah. Mereka berharap Pemerintah Provinsi Lampung maupun Kabupaten Mesuji segera mengambil langkah untuk mengatasi situasi ini.
Tak hanya itu, Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung turut mendesak pemerintah pusat untuk turun tangan. Polemik harga singkong ini dinilai telah memukul ekonomi petani kecil dan menimbulkan keresahan luas di Lampung.
Kini, para petani hanya bisa berharap ada solusi konkret agar hasil panen mereka tidak terbuang sia-sia, dan kehidupan mer
eka bisa kembali stabil.