SAIBETIK — Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Pengawas Lingkungan Hidup terkait Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 yang melegalisasi panen tebu dengan cara dibakar.
Meskipun banyak pihak menyambut baik keputusan tersebut, namun putusan MA itu menimbulkan kontroversi karena terkesan memiliki dimensi politis. Keputusan tersebut keluar menjelang Pilkada 2024.
Isu yang muncul menyebutkan bahwa terbitnya putusan MA penuh dengan nuansa kepentingan tertentu. Ada yang menganggap putusan ini sebagai tekanan kepada pengusaha dengan maksud untuk mendukung calon tertentu.
Namun, ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa putusan MA merupakan bagian dari skenario politik sebagai respons terhadap pengusaha yang tidak lagi mendukung petahana. Kebun tebu disebut-sebut sudah tidak memberikan dukungan kepada kandidat yang sebelumnya didukung.
Meskipun demikian, putusan Mahkamah Agung banyak mendapat respons positif terutama dari masyarakat yang merasakan dampaknya secara langsung setiap musim panen tebu.
Asap dari pembakaran tebu juga diketahui menimbulkan hot spot atau titik api baru yang terdeteksi oleh citra satelit. Debu dari pembakaran tanaman tebu juga dapat menimbulkan polusi udara dengan daya jangkau yang sangat luas dan berpotensi membahayakan kesehatan jika dihirup secara langsung.***