SAIBETIK– Kasus dugaan korupsi dana hibah KONI di Lampung, yang sudah berjalan lebih dari setahun, tampaknya tak kunjung menunjukkan perkembangan berarti. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, terkesan lebih mengejar ‘tayangan’ daripada penyelesaian substansial.
Pada akhir 2023, Kejati Lampung melakukan ekspos terkait dua tersangka yang terlibat dalam dugaan korupsi dana hibah KONI. Kedua tersangka tersebut, Agus Nompitu (AN) dan Frans Nurseto (FN), telah ditetapkan sejak hampir setahun lalu. Namun hingga kini, keduanya belum juga ditahan. Padahal, meskipun ada pergantian pejabat, baik Kajati maupun Kasi Pidsus, kasus ini tampaknya tidak menunjukkan perkembangan signifikan.
Ricky Ramadhan, Kasi Penkum Kejati Lampung, mengonfirmasi bahwa penyidik masih melengkapi berkas perkara. Ia menyatakan bahwa penahanan dua tersangka tersebut merupakan kewenangan penyidik sesuai dengan aturan yang berlaku. “Penahanan tersangka itu sudah menjadi kewenangan penyidik berdasarkan pasal 20 ayat (1) KUHAP dan pasal 21 ayat (1) KUHP. Tentu saja, penyidik memiliki alasan yang sah untuk itu,” ujar Ricky.
Kasus ini berakar dari dana hibah KONI Lampung sebesar Rp29 miliar yang diduga diselewengkan, dengan total kerugian negara mencapai Rp2,5 miliar. Meski kerugian tersebut telah dikembalikan secara kolektif oleh KONI, proses hukum tetap menggantung.
Desas-desus beredar bahwa Jaksa Agung ST Burhanuddin sempat memberikan teguran kepada Kejati Lampung saat melakukan kunjungan kerja ke daerah tersebut, mengkritik Kejati yang terkesan hanya mengejar ekspos publik, sementara banyak kasus lainnya, termasuk yang terkait dana hibah KONI, belum ada kejelasan.
Ironisnya, meskipun banyak kasus yang mandek bertahun-tahun, Kejati Lampung justru terus menambah tumpukan perkara baru tanpa menyelesaikan yang ada. Sebuah ironi yang semakin memperburuk citra lembaga penegak hukum di provinsi ini.***