SAIBETIK – Isu seputar SMA Swasta Siger kembali menjadi sorotan publik. Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, yang kini akrab disapa Mayor The Killer Policy, diduga tidak memahami peraturan wali kota (Perwali) terkait penggunaan anggaran daerah yang menjadi dasar pembiayaan sekolah tersebut.
SMA Swasta Siger merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk dan diselenggarakan atas inisiatif Eva Dwiana. Namun, hingga kini perizinan dan yayasan sekolah tersebut masih belum memiliki keabsahan hukum yang jelas. Dalam pernyataannya, Eva menegaskan bahwa seluruh pembiayaan sekolah ditanggung oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung. Pernyataan ini menuai kritik karena bertentangan dengan Perwali Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2022, yang mengatur mekanisme belanja hibah dari kas daerah.
Pasal 4 ayat 1 Perwali tersebut menjelaskan bahwa belanja hibah hanya diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, BUMN, BUMD, atau badan dan lembaga serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, dan bersifat tidak wajib serta tidak mengikat secara terus-menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran kepada SMA Swasta yang belum berbadan hukum dapat bertentangan dengan regulasi.
Pakar hukum Hendri Adriansyah, S.H., M.H., menegaskan pada Rabu, 20 Agustus 2025, bahwa pelanggaran Perwali ini bisa menjerat pengguna dana sekolah sebagai tindak pidana korupsi. Menurutnya, jika aliran dana dari kas daerah digunakan tanpa dasar hukum yang jelas, maka pengalihan penggunaan anggaran merupakan bentuk korupsi. “Penggunaan anggaran harus memenuhi unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain dan menimbulkan kerugian keuangan negara serta perekonomian. Jika sekolah Siger menerima dana dari kas daerah tanpa regulasi, itu termasuk tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Kekhawatiran ini muncul karena SMA Swasta Siger sudah menggelar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Operasional sekolah tentu membutuhkan modal awal, termasuk biaya guru, fasilitas, dan administrasi lainnya. Hingga kini belum ada kejelasan dari pemerintah kota mengenai sumber dana awal tersebut. Hal yang menjadi pertanyaan publik adalah dari mana modal awal operasional sekolah berasal, siapa Kepala Sekolah serta Ketua Yayasan yang menerima anggaran, dan apakah seluruh prosedur legal telah terpenuhi sesuai peraturan.
Kasus ini semakin menjadi sorotan karena berpotensi menimbulkan preseden buruk terkait pengelolaan dana hibah daerah. Banyak pihak menilai bahwa kelalaian dalam mematuhi Perwali dapat merugikan keuangan daerah dan membahayakan kredibilitas pemerintah kota. Pakar hukum menekankan pentingnya audit independen dan transparansi penggunaan anggaran untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan dana publik.
Selain aspek hukum, kasus SMA Swasta Siger juga memunculkan pertanyaan etis dan tata kelola pemerintahan. Sebagai lembaga pendidikan yang menggunakan dana publik, transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi menjadi hal utama yang harus dipenuhi. Jika tidak, risiko sanksi pidana terhadap pengguna dana maupun pihak yang bertanggung jawab secara administratif menjadi sangat tinggi.
Dengan fakta ini, masyarakat menuntut penjelasan resmi dari Pemkot Bandar Lampung, termasuk dokumen perizinan sekolah, rincian anggaran, serta identitas Kepala Sekolah dan Ketua Yayasan. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga kredibilitas pemerintah, memastikan akuntabilitas anggaran, serta memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat.***