SAIBETIK- Penyelenggaraan SMA Swasta Siger di Kota Bandar Lampung menjadi sorotan setelah tiga pejabat kunci mengungkap belum terpenuhinya aspek legal dan administratif sekolah tersebut. Kepala Disdikbud Provinsi Lampung, Kepala DPMPTSP Provinsi Lampung, serta Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung menyampaikan pernyataan yang mengindikasikan adanya persoalan serius terkait izin operasional, pendataan, hingga penggunaan aset negara.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Americo, menegaskan bahwa SMA Swasta Siger hingga kini belum mengantongi izin operasional. Ia menyatakan, pihaknya tidak dapat memberikan rekomendasi apa pun selama persyaratan pendirian sekolah belum dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Thomas menekankan bahwa setiap pihak yang ingin mendirikan satuan pendidikan wajib mengikuti aturan tanpa pengecualian.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Lampung. Melalui keterangan tertulis, disebutkan bahwa hingga November 2025, pihaknya belum menerima pengajuan permohonan izin pendirian satuan pendidikan atas nama Yayasan SMA Siger 1 dan 2 Bandar Lampung. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas pendidikan telah berjalan tanpa dasar perizinan resmi.
Dari sisi legislatif, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, Asroni Paslah, turut angkat bicara. Ia memastikan bahwa dalam pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2026, tidak ada penganggaran untuk SMA Swasta Siger. Asroni juga menyoroti penggunaan fasilitas milik negara oleh yayasan tersebut yang dinilainya harus memiliki dasar hukum yang jelas, seperti perjanjian pinjam pakai atau sewa.
“Kalo untuk Siger, saya pastikan kemarin kita tidak menganggarkan itu. Soal penggunaan fasilitas negara, harus ada administrasi yang jelas agar tidak menimbulkan masalah,” ujar Asroni.
Persoalan semakin kompleks karena SMA Swasta Siger disebut belum terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), namun sudah melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan memanfaatkan aset negara. Terkait penggunaan aset tersebut, sebelumnya terdapat klaim dari pejabat Disdikbud Kota Bandar Lampung mengenai keberadaan Berita Acara Serah Terima (BAST). Namun, klaim itu bertentangan dengan pernyataan staf Bidang Aset BKAD Kota Bandar Lampung yang menyebut dokumen tersebut belum diterima.
Rangkaian pernyataan dari tiga pejabat ini mengindikasikan lemahnya tata kelola dan potensi konflik kepentingan, mengingat pendiri dan pengelola yayasan merupakan pejabat aktif di lingkungan Disdikbud Kota Bandar Lampung. Situasi ini berpotensi merugikan kepastian hukum, mencederai rasa keadilan bagi sekolah swasta lain, serta berdampak pada hak peserta didik. Karena itu, diperlukan evaluasi menyeluruh dan penegakan aturan yang tegas agar penyelenggaraan pendidikan berjalan profesional dan sesuai hukum.***







