SAIBETIK- Sidang praperadilan kedua yang diajukan oleh M. Hermawan Eriadi kembali mencuri perhatian publik, terutama kalangan muda yang makin melek isu hukum. Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Muhammad Hibrian, penasihat hukum pemohon, Riki Martim, menyampaikan sederet kejanggalan yang menurutnya harus dijelaskan Kejaksaan Tinggi Lampung secara terbuka.
Riki menyebut, dalam jawaban setebal 16 halaman yang disampaikan Kejati Lampung, tidak ada satu pun uraian detail mengenai perbuatan melawan hukum yang dituduhkan kepada kliennya. Ia menegaskan bahwa sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/2014, penetapan tersangka wajib mencantumkan perbuatan yang disangkakan dan alat bukti yang mendukungnya.
Menurutnya, Kejaksaan hanya menuliskan keberadaan saksi, ahli, dan surat sebagai alat bukti, namun tidak menjelaskan korelasi langsung dengan perbuatan kliennya. Riki bahkan mengutip Putusan Mahkamah Agung No. 42 PK/Pid.Sus/2018 yang menegaskan bahwa alat bukti harus menunjukkan secara jelas dan spesifik tindakan pidana yang dilakukan oleh tersangka.
Tak berhenti di situ, Riki juga menyoroti bagian yang paling krusial dalam perkara korupsi: kerugian negara. Ia menilai Kejaksaan tidak pernah menyebutkan berapa angka kerugian negara yang ditimbulkan, serta tidak menunjukkan hasil audit BPKP. Padahal, sesuai UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara serta putusan MK 25/PUU-XIV/2016, kerugian negara harus bersifat nyata, pasti, dan didukung hitungan resmi, bukan sekadar potensi.
Riki menegaskan bahwa semua unsur tersebut harus dijelaskan secara terang benderang dalam proses penetapan tersangka. Tanpa itu, langkah hukum Kejati Lampung dinilai janggal dan menimbulkan tanda tanya besar.
Di sisi lain, perwakilan Kejati Lampung, Rudi, memberikan klarifikasi terkait keberatan yang disampaikan penasihat hukum Hermawan. Ia menyebut bahwa sangkaan yang diberikan sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Menurutnya, pasal tersebut menjadi dasar kuat penetapan status tersangka.
Namun, pernyataan singkat Rudi justru membuka ruang diskusi yang lebih luas. Publik pun semakin penasaran: apakah benar semua unsur perbuatan melawan hukum telah dipenuhi? Ataukah masih ada fakta-fakta yang belum diungkap secara gamblang?
Kasus ini diprediksi akan terus menjadi sorotan, terutama di kalangan pembaca muda yang mengikuti perkembangan hukum dengan rasa ingin tahu tinggi. Pertanyaannya kini sederhana namun tajam: apa sebenarnya motif di balik penetapan tersangka ini? Waktu dan proses pengadilan yang akan menjawabnya.***









