SAIBETIK – Siapa sangka, dari balik jeruji besi, lahir karya kreatif bernilai ekonomi tinggi. Para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Kelas III Dharmasraya sukses menyulap limbah batok kelapa menjadi aneka produk kerajinan tangan yang cantik, unik, dan siap bersaing di pasar UMKM lokal.
Program pembinaan yang digagas oleh pihak Lapas ini menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berkarya. Di bawah bimbingan petugas pembinaan, para WBP memanfaatkan batok kelapa menjadi berbagai produk seperti gantungan kunci, celengan, asbak, dan miniatur dekoratif yang bernilai seni tinggi. Setiap tahap dikerjakan dengan teliti — mulai dari pemilahan bahan, pemotongan, penghalusan, hingga proses finishing yang rapi.
Salah satu warga binaan, Gulo, mengaku bangga bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang membangun ini.
“Saya baru tahu ternyata batok kelapa bisa diolah jadi barang keren dan laku dijual. Sekarang saya jadi punya keterampilan baru. Kalau nanti bebas, saya ingin buka usaha dari hasil pembinaan ini,” ujarnya penuh semangat, Senin (20/10/2025).
Inovasi para WBP ini mendapat apresiasi luas dari pihak Lapas dan masyarakat sekitar. Kepala Lapas Kelas III Dharmasraya, Ferdika Canra, menyampaikan bahwa kegiatan pembinaan ini bukan sekadar pelatihan keterampilan, tetapi juga bagian dari upaya pemberdayaan ekonomi dan reintegrasi sosial.
“Kami ingin warga binaan memiliki bekal nyata setelah bebas. Lewat kerajinan batok kelapa, mereka belajar tentang ketekunan, kreativitas, dan nilai ekonomi. Produk-produk ini nantinya akan kami tampilkan dalam bazar UMKM dan pameran bersama Forkopimda Dharmasraya,” kata Ferdika.
Program ini juga menjadi wujud dukungan Lapas Dharmasraya terhadap pengembangan ekonomi kreatif lokal. Dengan mengusung semangat “Satu Karya, Satu Harapan”, kegiatan ini menumbuhkan optimisme bahwa setiap individu — meski tengah menjalani hukuman — tetap memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan berkontribusi bagi masyarakat.
Kini, kerajinan batok kelapa hasil karya warga binaan tersebut mulai menarik perhatian pembeli karena kualitas dan keunikannya. Dari benda sederhana yang sering dianggap limbah, kini lahir karya bernilai seni dan ekonomi tinggi — bukti bahwa kreativitas bisa tumbuh di mana saja, bahkan di balik jeruji besi.***







