• Redaksi
  • Tentang Kami
Saibetik.com
  • BERANDA
  • POLITIK
  • LAMPUNG
    • Bandar lampung
    • Lampung Barat
    • lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
    • Way Kanan
  • NASIONAL
  • HUKUM & KRIMINAL
  • BISNIS DAN KEUANGAN
No Result
View All Result
Saibetik.com
  • BERANDA
  • POLITIK
  • LAMPUNG
    • Bandar lampung
    • Lampung Barat
    • lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
    • Way Kanan
  • NASIONAL
  • HUKUM & KRIMINAL
  • BISNIS DAN KEUANGAN
Kamis, Oktober 16, 2025
No Result
View All Result
Saibetik.com
No Result
View All Result
Home Lampung Bandar lampung

Kritik Sastra Postmodern Puisi “Mati Dalam Sunyi (2025)” Karya Muhammad Alfariezie: Dekonstruksi Cinta, Sunyi, dan Keterasingan di Era Pascamodern

Melda by Melda
15/10/2025
in Bandar lampung, REDAKSI
Kritik Sastra Postmodern Puisi “Mati Dalam Sunyi (2025)” Karya Muhammad Alfariezie: Dekonstruksi Cinta, Sunyi, dan Keterasingan di Era Pascamodern

SAIBETIK– Puisi “Mati Dalam Sunyi” karya Muhammad Alfariezie, penulis kontemporer asal Kota Bandar Lampung, menghadirkan sebuah narasi tragis tentang dua insan yang memilih hidup dalam dunia mereka sendiri, terlepas dari pengaruh keluarga dan masyarakat luas. Mereka menempatkan cinta sebagai satu-satunya pegangan dan harapan dalam hidup, namun pilihan itu justru menjerumuskan mereka ke dalam sunyi dan kematian. Karya ini, meskipun singkat, menjadi laboratorium bagi pembacaan postmodernisme dalam sastra Indonesia, yang menolak kebenaran tunggal dan menyoroti fragmentasi makna, dekonstruksi nilai, serta ironi eksistensial manusia.

Puisi ini menolak konsep narasi besar atau metanarasi modern yang mengagungkan cinta ideal sebagai puncak kebahagiaan. Melalui kata-kata sederhana, Alfariezie menegaskan bagaimana narasi kecil — cinta eksklusif dua orang — bisa rapuh dan menghancurkan dirinya sendiri. Berikut kutipan puisi tersebut:

Mati Dalam Sunyi

BeritaTerkait

“Menungguku Tiba” Akan Dibedah di Pusat Budaya Sunda UNPAD, Isbedy: Undangan Ini Spesial

Sungai yang Mengalir di Otak dan Taman dalam Ingatan: Algoritma Puitis Isbedy Stiawan

Sepasang kekasih mati
dalam sunyi pasca-sepakat
melupakan teman-orang tua
karena memilih hidup berdua

Berdua saja, mereka kira
bahagia menari ombak
bernyanyi karang

Tapi putih pasir pantai
hanya tertanam kelapa
dan mereka marah hingga
saling tujah karena betapa
lapar dan dahaga hidup
hanya berdua

2025

Cinta dan Keruntuhan Metanarasi (Lyotard)

Jean-François Lyotard dalam The Postmodern Condition menekankan bahwa era postmodern ditandai dengan ketidakpercayaan terhadap narasi besar yang mengklaim kebenaran universal. Dalam puisi ini, pasangan yang memilih untuk “melupakan teman-orang tua / karena memilih hidup berdua” jelas menolak struktur sosial dan norma konvensional. Mereka menciptakan dunia kecil yang seharusnya cukup, namun pada akhirnya gagal menahan realitas hidup. Fragmentasi ini memperlihatkan bahwa meski narasi kecil memberi harapan, ia rapuh dan rentan terhadap kehancuran ketika realitas tidak sejalan dengan idealisasi.

Dekonstruksi Romantisme dan Sunyi sebagai Simbol Kehampaan (Derrida)

Jacques Derrida menekankan bahwa makna selalu terpecah (différance), dan puisi ini dengan jelas mendekonstruksi romantisme. Kalimat “berdua saja, mereka kira / bahagia menari ombak / bernyanyi karang” yang awalnya terdengar romantis, berubah menjadi ironi tragis. Sunyi bukan sekadar latar suasana, tetapi konsekuensi dari pilihan eksklusif yang menutup kemungkinan makna lain. Pada bait akhir, “dan mereka marah hingga saling tujah / karena betapa lapar dan dahaga hidup / hanya berdua”, Alfariezie menampilkan kehancuran cinta sebagai sumber penderitaan, membalik hierarki makna: sesuatu yang dianggap luhur (cinta) justru menimbulkan kekosongan dan destruksi.

Simulakra dan Realitas Semu (Baudrillard)

Jean Baudrillard berbicara tentang simulakra, realitas yang kehilangan keaslian karena hanya meniru bayangan. Puisi ini menggambarkan pasangan yang hidup dalam simulasi cinta, menciptakan dunia kecil yang meniru ideal cinta, namun bukan cinta itu sendiri. “Bahagia menari ombak, bernyanyi karang” hanyalah citra kebahagiaan, sebuah ilusi yang runtuh ketika kenyataan — lapar, dahaga, keterbatasan — menghadang. Akhir puisi menegaskan bahwa dunia “berdua saja” hanyalah konstruksi semu, simulakra yang tidak mampu menopang kehidupan nyata.

Fragmentasi dan Ketidakhadiran Makna Utuh

Struktur puisi yang tidak linear, dengan fragmen-fragmen makna yang terbuka dan tidak lengkap, mencerminkan karakter postmodern: realitas tercerai-berai, tanpa jawaban pasti, dan interpretasi bebas pembaca. Sunyi menjadi ruang kosong yang menuntut partisipasi pembaca untuk membangun makna sendiri. Kematian pasangan kekasih bisa dibaca sebagai kehancuran cinta, kegagalan eksistensial, atau metafora tentang isolasi sosial di era modern yang individualistik.

Pendalaman Psikologis dan Eksistensial

Selain dekonstruksi filosofis, puisi ini juga menawarkan lapisan psikologis. Pasangan kekasih yang mengisolasi diri dari dunia sosial menunjukkan bagaimana individu bisa tersesat dalam obsesinya terhadap idealisasi cinta. Ketidakmampuan mereka menyesuaikan diri dengan realitas sosial dan ekonomi menimbulkan konflik internal yang berujung pada kehancuran. Alfariezie menggambarkan manusia postmodern yang terjebak dalam dilema antara hasrat, kebebasan, dan batasan eksistensial.

Kesimpulan

Puisi “Mati Dalam Sunyi (2025)” adalah representasi kuat dari semangat postmodernisme dalam sastra Indonesia kontemporer. Melalui bahasa sederhana namun penuh paradoks, Alfariezie menggugat kepercayaan lama tentang cinta, kebahagiaan, dan makna hidup.

Dengan membaca melalui lensa Lyotard, Derrida, dan Baudrillard, dapat disimpulkan bahwa:

  • Tidak ada kebenaran tunggal tentang cinta (Lyotard);
  • Cinta dapat didekonstruksi menjadi sumber penderitaan dan kehancuran eksistensial (Derrida);
  • Dunia cinta yang mereka ciptakan hanyalah simulasi yang rapuh dan tidak realistis (Baudrillard).

“Mati Dalam Sunyi” menampilkan kehampaan makna di tengah klaim kebahagiaan, potret manusia postmodern yang terjebak dalam ilusi cinta, kehilangan arah, dan menghadapi sunyi dunia yang diciptakan sendiri. Puisi ini menantang pembaca untuk merenungkan realitas cinta, identitas, dan eksistensi di era pascamodern.***

Source: ALFARIEZIE
Tags: DekonstruksiCintaMatiDalamSunyiMuhammadAlfarieziePuisiPostmodernSastraIndonesia
ShareTweetSendShare
Previous Post

FML Geruduk Kejagung dan Mabes Polri, Desak Audit Hibah Rp60 Miliar dan Penanganan Kasus Skandal Kembar Walikota

Next Post

Peluncuran Fakultas Kedokteran Gigi, Profesi Dietisien, dan Halal Center di Universitas Aisyah Pringsewu: Langkah Besar Menuju Transformasi Kesehatan dan Pendidikan Lampung

Next Post
Peluncuran Fakultas Kedokteran Gigi, Profesi Dietisien, dan Halal Center di Universitas Aisyah Pringsewu: Langkah Besar Menuju Transformasi Kesehatan dan Pendidikan Lampung

Peluncuran Fakultas Kedokteran Gigi, Profesi Dietisien, dan Halal Center di Universitas Aisyah Pringsewu: Langkah Besar Menuju Transformasi Kesehatan dan Pendidikan Lampung

PERBATI Lampung Siap Bangkit! Ahmad Giri Akbar Pimpin Era Baru Menuju Kejayaan Tinju Daerah

PERBATI Lampung Siap Bangkit! Ahmad Giri Akbar Pimpin Era Baru Menuju Kejayaan Tinju Daerah

Lapas Dharmasraya Ubah Kolam Jadi Jalan Tertata Rapi, WBP Ikut Bangun Wajah Baru Pemasyarakatan

Lapas Dharmasraya Ubah Kolam Jadi Jalan Tertata Rapi, WBP Ikut Bangun Wajah Baru Pemasyarakatan

Dana Transfer Daerah Turun Drastis, Pemkab Pringsewu Siap Pangkas Anggaran Seremonial dan Dinas Luar!

2.335 Bidang Tanah Milik Pemkab Pringsewu: 60 Persen Sudah Bersertifikat, Target Rampung Dua Tahun Lagi

Sentuh Hati Rakyat, WFI dan Pemkab Lampung Selatan Bedah Rumah Tak Layak Huni: Bukti Nyata Gotong Royong Hidup di Tengah Masyarakat

Sentuh Hati Rakyat, WFI dan Pemkab Lampung Selatan Bedah Rumah Tak Layak Huni: Bukti Nyata Gotong Royong Hidup di Tengah Masyarakat

No Result
View All Result

Berita Terbaru

Pangdam XXI/Radin Inten Kunjungi Polres Tanggamus, Tegaskan Soliditas dan Kekompakan TNI-Polri untuk Jaga Keamanan Daerah

Pangdam XXI/Radin Inten Kunjungi Polres Tanggamus, Tegaskan Soliditas dan Kekompakan TNI-Polri untuk Jaga Keamanan Daerah

16/10/2025
Kabar Gembira! Pembangunan dan Pelebaran Jalan di Kecamatan Semaka Siap Dongkrak Mobilitas dan Ekonomi Warga

Kabar Gembira! Pembangunan dan Pelebaran Jalan di Kecamatan Semaka Siap Dongkrak Mobilitas dan Ekonomi Warga

16/10/2025
Penulis Muda Bandar Lampung Luncurkan Manuskrip Horor “Dusun Keramat Desa Sumber Muncul”, Cari Donatur untuk Penerbitan

Penulis Muda Bandar Lampung Luncurkan Manuskrip Horor “Dusun Keramat Desa Sumber Muncul”, Cari Donatur untuk Penerbitan

16/10/2025
Polres Tanggamus Bongkar Pencurian Kapulaga, Dua Remaja Diamankan Warga

Polres Tanggamus Bongkar Pencurian Kapulaga, Dua Remaja Diamankan Warga

16/10/2025
Sekolah Siger dan Dana Rp60 Miliar Kejati: Cermin Suram Tata Kelola Anggaran Pemkot Bandar Lampung

Sekolah Siger dan Dana Rp60 Miliar Kejati: Cermin Suram Tata Kelola Anggaran Pemkot Bandar Lampung

16/10/2025
Saibetik.com

Saibetik.com bisa berkontribusi untuk pembangunan daerah, peningkatan ekonomi kerakyatan, mengajak masyarakat hidup sehat. Dengan membaca saibetik bisa lebih smart, trendy dan gaul.

  • Redaksi
  • Tentang Kami

© 2024 Saibetik.com - All Right Reserved

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • POLITIK
  • LAMPUNG
    • Bandar lampung
    • Lampung Barat
    • lampung Selatan
    • Lampung Tengah
    • Lampung Timur
    • Lampung Utara
    • Mesuji
    • Metro
    • Pesawaran
    • Pesisir Barat
    • Pringsewu
    • Tanggamus
    • Tulang Bawang
    • Tulang Bawang Barat
    • Way Kanan
  • NASIONAL
  • HUKUM & KRIMINAL
  • BISNIS DAN KEUANGAN

© 2024 Saibetik.com - All Right Reserved