SAIBETIK – Euforia penghargaan Kota Layak Anak 2025 yang diterima Pemkot Bandar Lampung pada Jumat (8/8) mendadak redup oleh terkuaknya kasus SMA Swasta Ilegal “Siger”. Sekolah ini telah memulai kegiatan belajar sejak Senin (4/8), namun belum terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga secara hukum tidak berhak menerbitkan ijazah.
Pengamat pendidikan Arief Mulyadin menegaskan, keberadaan sekolah ini adalah ironi dan bertolak belakang dengan semangat Kota Layak Anak.
“SMA Siger adalah bukti nyata penelantaran pendidikan anak pra-sejahtera. Tanpa dapodik, ijazah mereka tak sah. Pendanaannya pun belum jelas,” kata Arief, Sabtu (9/8).
Arief menduga operasional sekolah tersebut memotong jam belajar siswa SMP Negeri yang gedungnya dipinjam, melanggar Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
“Wakil kepala sekolahnya saja mengakui murid SMP dipulangkan pukul 12.30 untuk memberi ruang SMA Siger. Kalau jam SMP normal, anak SMA itu pulang malam,” tambahnya.
Wali Kota Eva Dwiana mengaku pembiayaan SMA Siger diambil dari APBD. Namun hingga kini DPRD belum membahas alokasi dana itu dalam APBD Perubahan 2025.
Pertanyaan besar pun menggantung: jika DPRD menolak, siapa yang akan menjamin kelanjutan pendidikan para siswa SMA Siger? Apakah predikat Kota Layak Anak hanyalah penghargaan simbolis yang mengabaikan realita di lapangan?***