SAIBETIK— Dalam dunia sastra, hasil terjemahan sebuah karya sangat bergantung pada wawasan dan sensitivitas penerjemah. Hal ini disampaikan oleh Dr. M. Yuseano Kardiansyah, dosen Universitas Teknokrat Indonesia (UTI), dalam sesi Bincang Sastra Terjemahan yang digelar oleh Lamban Sastra bekerja sama dengan UTI di Lantai 2 Perpustakaan Daerah Lampung, Jumat (23/5/2025) petang.
Menurut Seno — sapaan akrabnya — satu karya sastra yang diterjemahkan oleh tiga orang penerjemah bisa menghasilkan tiga versi yang berbeda.
“Setiap penerjemah membawa wawasan, ideologi, selera, dan pemahaman sendiri terhadap teks asli,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kepekaan terhadap unsur lokal dalam karya sastra. “Jika karya itu mengandung budaya lokal, maka penerjemah wajib memahami konteks lokal tersebut agar makna tidak hilang dalam proses penerjemahan,” tegasnya.
Diskusi yang berlangsung hangat ini diikuti lebih dari 50 peserta, terdiri dari mahasiswa UTI, pelajar SMA Al Huda Jati Agung, seniman, dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Bandar Lampung.
Kegiatan dipandu oleh Fitri Angraini, S.S., M.Pd., Direktur Lamban Sastra, dan menghadirkan sejumlah tokoh penting, seperti:
- Dr. Laila Ulsi Qodriani, S.S., M.A. (Kaprodi Magister Bahasa Inggris UTI)
- Peri Darmawan (Kabid Pelayanan Dispursip)
- Tito Budi Raharto (Kabid Perpustakaan)
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Perpusip) Provinsi Lampung, Riski Sofyan, S.STP., M.Si., yang sebelumnya juga mengajak generasi muda untuk mencintai sastra sebagai bagian dari penguatan literasi budaya.***