SAIBETIK—Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pelantikan kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) harus dilaksanakan serentak pada tanggal yang sama, termasuk untuk daerah-daerah yang tengah bersengketa di MK.
Keputusan ini disampaikan oleh Titi Anggraini, seorang pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, yang merujuk pada Putusan MK Nomor 27/PUU-XXII/2024.
Namun, MK memberikan pengecualian terhadap kebijakan pelantikan serentak tersebut. Daerah yang melaksanakan pemilihan ulang, pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang akibat keputusan MK terkait sengketa hasil Pilkada, serta yang terpengaruh faktor force majeure, tidak diwajibkan untuk melaksanakan pelantikan serentak.
“Oleh karena itu, pelantikan kepala daerah di daerah yang bersengketa harus menunggu selesainya proses penyelesaian sengketa di MK,” jelas Titi.
Selain itu, MK juga menegaskan pengecualian ini dalam Putusan Nomor 46/PUU-XXII/2024. Dalam keputusan tersebut, MK mengibaratkan pemilihan dan pelantikan kepala daerah sebagai dua sisi yang tak terpisahkan dalam proses demokrasi.
Bagi MK, Pilkada Serentak 2024, sebagai bagian dari desain baru dalam penataan struktur pemerintahan nasional, harus diikuti dengan pelantikan kepala daerah yang dilakukan serentak.
Keputusan serentak ini juga berlaku untuk daerah yang tidak mengajukan sengketa atas hasil Pilkada, seperti halnya dengan Pilkada Jakarta 2024. Titi Anggraini menegaskan bahwa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno, seharusnya dilantik setelah MK menyelesaikan semua perkara sengketa hasil Pilkada 2024.
“Pelantikan harus menunggu hingga adanya putusan MK yang menyatakan menolak atau tidak dapat menerima sengketa hasil Pilkada,” kata Titi.***