SAIBETIK— Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung mengingatkan seluruh orang tua untuk lebih waspada terhadap Narkolema atau Narkotika Lewat Mata, terutama di tengah derasnya arus informasi digital yang kian mudah diakses anak-anak.
Peringatan tersebut disampaikan langsung oleh Toni Fisher, Direktur LPHPA Lampung, saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pembinaan Pola Asuh Anak yang diselenggarakan Dinas P3AP2KB Kabupaten Pesawaran pada Jumat, 18 Juli 2025 di Balai Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan.
“Di era digital ini, semua anak bisa dengan mudah mengakses internet. Sayangnya, kemudahan ini juga membuka celah besar terhadap konten berbahaya seperti pornografi—yang kami sebut sebagai Narkolema,” ungkap Toni.
Narkolema: Ancaman Senyap Lewat Layar
Toni menjelaskan bahwa Narkolema mengacu pada kecanduan visual yang memengaruhi psikologis dan perkembangan mental anak, seperti kecanduan pornografi atau konten berbahaya lainnya di internet.
“Kalau orang tua tidak ingin belajar dan memahami dunia digital, jangan salahkan jika anak-anaknya kemudian terjerumus. Bahaya Narkolema bukan hanya seperti narkoba, tapi efeknya bisa lebih panjang dan dalam,” jelasnya.
Ia mengutip pandangan ahli bahwa waktu pemulihan kecanduan konten negatif digital bahkan bisa lebih dari satu tahun, meski hanya terpapar dalam hitungan minggu.
“Ada penelitian yang menyebutkan: jika anak dalam seminggu saja menghabiskan 20 jam untuk konten berisiko, maka setahun penuh belum tentu cukup untuk memulihkannya,” tambah Toni.
Orang Tua, Waspadalah! Konten Negatif Mudah Dijangkau
Toni juga menyoroti bagaimana platform media sosial seperti TikTok, Facebook, SnackVideo, dan lainnya secara tidak langsung turut menyediakan akses ke konten yang tidak layak ditonton anak-anak.
“Orang tua wajib paham bahwa perkembangan teknologi digital bukan hanya membawa manfaat. Jika tidak diawasi, anak bisa menjadi korban konten-konten berbahaya yang tersebar bebas di media sosial,” tegasnya.
Melalui kegiatan pembinaan pola asuh ini, LPHPA Lampung berharap masyarakat—terutama para orang tua—lebih peduli dan terlibat aktif dalam pengawasan serta pendampingan anak saat mengakses dunia digital.
“Kita ingin bangun kesadaran kolektif. Orang tua harus jadi benteng utama. Jangan serahkan sepenuhnya pada teknologi. Pendidikan karakter, komunikasi, dan kedekatan emosional jauh lebih penting,” pungkasnya.***