SAIBETIK — Kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung dalam menerbitkan Surat Edaran Pencegahan Perilaku LGBT di lingkungan sekolah menengah dan pendidikan khusus menuai dukungan luas dari berbagai tokoh masyarakat, agama, dan aktivis sosial di Lampung.
Salah satunya datang dari inisiator gerakan Lampung Anti LGBT, K.H. Ansori, S.P., yang mengapresiasi sikap responsif Kepala Disdikbud Thomas Amirico, S.STP., M.H. atas keresahan masyarakat terhadap pengaruh LGBT di kalangan pelajar.
“Kami sangat mengapresiasi langkah cepat dan tegas ini. Ini adalah bentuk nyata perhatian terhadap moralitas generasi muda di sekolah,” kata K.H. Ansori, Jumat (11/7/2025).
Ia juga mendorong agar kebijakan ini tidak berhenti pada surat edaran dinas, tetapi ditingkatkan menjadi surat edaran gubernur dan bahkan diakomodasi dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) oleh DPRD Provinsi Lampung.
Senada, Hj. Nurhasanah, S.H., M.H.—tokoh perempuan Lampung sekaligus mantan Ketua DPRD Provinsi Lampung—menilai langkah Disdikbud sebagai bentuk keberpihakan pada masa depan anak bangsa.
“Kebijakan ini harus kita dukung bersama. Pencegahan LGBT di sektor pendidikan adalah langkah penting dalam menjaga arah moral dan karakter generasi muda,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Surat Edaran Nomor 400.3.1/1739/V.01/DP.2/2025 yang diteken langsung oleh Thomas Amirico, berisi enam poin utama pencegahan LGBT di sekolah. Di antaranya adalah penerapan kebijakan strategis oleh sekolah, peran aktif guru BK, pelibatan orang tua dan guru, penguatan peran keluarga, pendekatan komprehensif dan inklusif, serta pengawasan berkelanjutan oleh cabang dinas.
Dalam surat tersebut, Kadisdikbud menegaskan bahwa kebijakan ini disusun untuk merespons keresahan masyarakat tanpa mengabaikan prinsip hak-hak peserta didik.
“Ini bentuk tanggung jawab pemerintah daerah agar satuan pendidikan tetap menjadi ruang aman, sehat, dan sesuai nilai-nilai luhur yang kita junjung,” demikian petikan penutup surat edaran.
Langkah ini hadir di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap pengaruh paham LGBT yang mulai menyasar usia remaja. Sejumlah ormas, lembaga keagamaan, dan tokoh pendidikan mendorong agar Lampung segera memiliki regulasi tegas untuk menanggulangi fenomena ini.
Gerakan Lampung Anti LGBT sendiri berencana menggelar audiensi dengan Gubernur dan DPRD Provinsi Lampung guna memperkuat sinergi dalam membangun sistem pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai religius dan budaya lokal.
“Pendidikan adalah garda depan dalam menjaga karakter bangsa. Surat edaran ini adalah awal dari gerakan moral yang lebih luas dan harus dijaga keberlanjutannya,” tegas Nurhasanah.
Masyarakat kini menantikan respons lanjutan dari DPRD Provinsi Lampung—akankah aspirasi ini ditindaklanjuti dalam bentuk regulasi hukum yang lebih kuat, seperti Perda Pencegahan LGBT sebagaimana telah diterapkan di sejumlah daerah lain di Indonesia.***