SAIBETIK – Setelah sempat diwarnai ketegangan, mediasi antara petani singkong dengan Pemerintah Provinsi dan DPRD Lampung akhirnya menghasilkan kesepakatan penting.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tataniaga Singkong, Mikdar Ilyas, menyatakan bahwa pihaknya mendukung aspirasi para petani yang selama ini merasa dirugikan. “Pansus ini akan kami paripurnakan, dan nantinya akan ada rekomendasi yang sesuai dengan bidang masing-masing, mulai dari gubernur hingga kementerian terkait,” ujarnya.
Mikdar menjelaskan, mulai Selasa (14/1/2025), Pansus akan mengadakan pertemuan dengan kelompok tani di DPRD Lampung Utara, dilanjutkan ke Lampung Tengah, Mesuji, Lampung Timur, dan daerah lainnya. “Kami ingin melihat langsung kondisi petani dan perusahaan di lapangan,” kata politisi Gerindra itu.
Tak hanya itu, Pansus juga akan mendatangi Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Komisi IV DPR RI untuk memastikan semua persoalan petani singkong tersampaikan dengan baik. “Kami berharap kebijakan pusat nantinya benar-benar menyejahterakan petani tanpa merugikan perusahaan,” tambahnya.
Harga dan Rafaksi Jadi Sorotan
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI), Dasrul Aswin, mengeluhkan harga singkong yang rendah dan rafaksi yang memberatkan. “Harga tertinggi saat ini hanya Rp1.300, tetapi rafaksi mencapai 35 persen. Biaya produksi lebih besar dari pendapatan,” ungkapnya.
Dasrul juga mengeluhkan biaya operasional yang harus ditanggung petani, termasuk panen dan transportasi. “Jika jarak ke perusahaan jauh, biaya transportasi semakin besar, sementara harga tetap rendah,” jelasnya.
Kericuhan dalam Mediasi
Sebelumnya, mediasi sempat memanas di Ruang Rapat Komisi DPRD Lampung. Perwakilan petani dari Lampung Timur, Maradoni, mendesak agar ada keputusan tegas terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dibuat pada 23 Desember 2024.
“Kami sudah datang sejak subuh. Kami butuh kepastian hari ini juga,” ujar Maradoni, yang kemudian menggebrak meja karena emosi.
Ketua Pansus, Mikdar Ilyas, mencoba menenangkan suasana, namun beberapa petani lain ikut menggebrak meja, menuntut keputusan segera. Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), Budhi Condrowati, turut berusaha menenangkan petani dengan menjelaskan celah hukum untuk mendorong Peraturan Daerah (Perda).
“Saya juga petani singkong, jadi saya memahami perasaan bapak dan ibu,” kata Budhi. Namun, saran Budhi yang dianggap solusi jangka panjang justru memicu kemarahan petani.
Harapan Ke Depan
Setelah melalui berbagai ketegangan, mediasi akhirnya berjalan kondusif, dengan DPRD dan pemerintah sepakat mempercepat langkah-langkah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.***