SAIBETIK– Provinsi Lampung kembali mencetak prestasi membanggakan di tingkat nasional. Pada Oktober 2025, Lampung berhasil menorehkan inflasi terendah di seluruh Indonesia, hanya sebesar 0,30 persen. Capaian ini menjadi bukti nyata bahwa strategi pengendalian harga dan pengelolaan pasokan pangan di daerah tersebut berjalan dengan sangat efektif di tengah tekanan harga yang melanda sejumlah wilayah lain di Indonesia.
Kabar ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir pada Senin (10/11/2025). Dalam paparannya, Amalia menjelaskan bahwa inflasi nasional hingga Oktober 2025 masih berada di kisaran target 2,5 ± 1 persen. Dari total 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 37 provinsi mengalami inflasi, sementara Papua mencatat deflasi sebesar -0,92 persen.
“Lampung menjadi provinsi dengan inflasi terendah secara nasional, yaitu sebesar 0,30 persen. Angka ini menunjukkan efektivitas langkah-langkah pengendalian harga di tingkat daerah,” ungkap Amalia.
Sementara itu, beberapa daerah masih mencatat inflasi di atas batas atas target nasional, yaitu lebih dari 3,5 persen. Provinsi yang masuk kategori ini antara lain Sumatera Barat (3,87 persen), Riau (3,85 persen), Sulawesi Tengah (3,60 persen), dan Aceh (3,58 persen). Perbedaan ini menunjukkan bahwa tidak semua daerah mampu menahan tekanan harga dengan efektif, terutama di wilayah yang bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah.
Keberhasilan Lampung menjaga inflasi rendah tidak lepas dari kolaborasi erat berbagai pihak. Pemerintah daerah bersama Bank Indonesia, Bulog, dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus berinovasi untuk memastikan ketersediaan bahan pokok, memperlancar distribusi, dan menjaga stabilitas harga di pasar. Operasi pasar rutin juga dilakukan di sejumlah kabupaten dan kota untuk mengendalikan lonjakan harga bahan pangan seperti beras, cabai, dan bawang merah.
Langkah penguatan pasokan melalui kerja sama antar daerah serta optimalisasi distribusi pangan lokal turut menjadi kunci keberhasilan Lampung. Pemerintah provinsi juga terus mendorong produksi pangan di tingkat petani dengan memberikan dukungan bibit unggul, pupuk bersubsidi, serta fasilitas transportasi yang memadai. Upaya tersebut menciptakan ekosistem pangan yang lebih mandiri dan tangguh terhadap gejolak harga nasional maupun global.
Selain catatan positif dari sisi inflasi, BPS juga merilis data pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan III tahun 2025 yang mencapai 5,04 persen (year-on-year). Angka ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh stabil di tengah ketidakpastian global yang terus berlangsung. Beberapa provinsi bahkan mencatat pertumbuhan yang sangat signifikan. Maluku Utara menempati posisi teratas dengan pertumbuhan 39,10 persen, disusul Sulawesi Tengah sebesar 7,79 persen, dan Kepulauan Riau sebesar 7,48 persen. Namun, dua provinsi mengalami kontraksi, yakni Papua Tengah (-16,11 persen) dan Papua Barat (-0,13 persen).
Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, dalam rapat tersebut juga menegaskan pentingnya peran aktif kepala daerah dalam menjaga stabilitas harga di wilayah masing-masing. Ia menekankan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah harus terus diperkuat agar kebijakan pengendalian inflasi dapat berjalan konsisten dan berkelanjutan. “Koordinasi lintas sektor menjadi kunci. Setiap daerah harus bergerak cepat mengantisipasi gejolak harga agar masyarakat tidak terbebani,” ujarnya.
Ke depan, Lampung diharapkan bisa terus mempertahankan prestasi ini dan menjadi contoh bagi provinsi lain dalam pengendalian inflasi. Capaian 0,30 persen bukan hanya angka statistik, tetapi cerminan keberhasilan manajemen ekonomi daerah yang berpihak pada masyarakat. Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, pelaku ekonomi, dan masyarakat, Lampung berpotensi besar menjadi barometer stabilitas harga nasional.***






