SAIBETIK- Pemerintah melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menggandeng Polda Lampung, Forkopimda, tokoh masyarakat, hingga pemuka agama dalam deklarasi melawan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan penempatan pekerja migran ilegal, Jumat (16/5/2025).
Deklarasi ini menjadi langkah konkret untuk menekan angka kejahatan kemanusiaan yang menjebak banyak warga menjadi korban eksploitasi. Sejak 2022, Polda Lampung mencatat telah mengungkap 40 kasus TPPO dengan korban mencapai 80 orang.
Menteri P2MI: Negara Hadir Melindungi Warga
Menteri P2MI Abdul Kadir menegaskan, Lampung adalah salah satu daerah penyumbang pekerja migran terbesar, dengan total 81 ribu orang diberangkatkan ke luar negeri sepanjang 2024. Namun, tingginya angka itu juga membuka celah praktik pemberangkatan ilegal yang sangat rawan kekerasan dan pelanggaran hak asasi.
“Masalah utama ada pada pemberangkatan non prosedural. Di situlah awal dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi,” ujar Abdul Kadir.
Ia juga menyebut telah dibentuk berbagai mekanisme pengawasan, termasuk Satgas Polri dan desk khusus di bawah Kemenkopolhukam. Bahkan, pihaknya menurunkan tim reaksi cepat yang ditargetkan mampu menjangkau hingga tingkat desa untuk menangkal praktik ilegal tersebut.
Kapolda Lampung: Kerja Sama Adalah Kunci
Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk Satgas TPPO tingkat provinsi dan berhasil mengungkap 44 kasus perdagangan orang. Ia menekankan keberhasilan itu tak lepas dari sinergi antara aparat dan masyarakat.
“Kami tak bisa bekerja sendiri. Penting untuk mengedukasi masyarakat agar tak tergiur tawaran kerja yang tak jelas prosedurnya,” tegas Helmy.
Polda Lampung, lanjutnya, terus menggencarkan sosialisasi prosedur resmi bagi calon pekerja migran dan berkoordinasi intensif dengan Disnaker serta pemerintah daerah untuk menjamin perlindungan hukum dan keselamatan warganya.
Pemberdayaan dan Pencegahan dari Akar Rumput
Langkah deklaratif ini tidak hanya bersifat simbolis. Ini adalah sinyal kuat bahwa negara hadir untuk melindungi warganya dari ancaman perdagangan orang, sekaligus memperkuat sistem perekrutan tenaga kerja yang aman, transparan, dan sesuai hukum.
“Kami ingin membangun sistem yang tidak hanya menindak, tetapi juga mencegah. Memberi informasi, membangun kesadaran, dan menyelamatkan masa depan,” tutup Abdul Kadir.***