SAIBETIK – Sorotan tajam kembali diarahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung, Eka Afriana. Diduga memalsukan data kelahiran demi lolos seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2008, kasus ini terus menjadi perbincangan hangat masyarakat Lampung.
Tidak hanya publik di Bandar Lampung, suara kritis juga muncul dari kalangan sipil, salah satunya dari Ketua LSM Pro Rakyat Lampung, Aqrobin AM. Ia menilai, dugaan pemalsuan ini bukan pelanggaran biasa, melainkan tindakan yang berpotensi merugikan keuangan negara dan mencoreng integritas ASN.
“Ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal hukum. Jika benar dilakukan dengan sengaja untuk mengelabui seleksi ASN, maka ini masuk ranah pidana pemalsuan dokumen,” ujar Aqrobin.
Ia menjelaskan bahwa ASN adalah profesi yang diatur secara resmi oleh negara dan seluruh dokumen persyaratannya harus valid dan sah. Bila seseorang masuk melalui data palsu, maka seluruh proses karier dan gaji yang diterima bisa menjadi beban negara yang tidak sah.
“Dugaan ini menimbulkan potensi kerugian negara. Jika pengangkatan dilakukan berdasarkan data yang dimanipulasi, maka ada konsekuensi hukum dan etika yang harus ditanggung,” tegasnya.
Lebih jauh, Aqrobin menyayangkan bahwa perilaku tersebut datang dari seorang pejabat pendidikan—sektor yang seharusnya menjadi pilar pembentukan karakter, kejujuran, dan integritas generasi muda.
“Pejabat pendidikan harus memberi contoh, bukan justru berperilaku manipulatif. Dunia pendidikan kita tercoreng oleh tindakan seperti ini,” ucapnya geram.
Ia juga menanggapi alasan yang beredar bahwa Eka Afriana sering kesurupan sebagai penyebab ketidaksesuaian data. Menurutnya, alasan tersebut tidak hanya tidak masuk akal, tapi juga melecehkan logika publik.
“Kesurupan bukan alasan yang dapat diterima secara medis, logis, apalagi administratif. Kalau betul, kenapa bisa tetap aktif sebagai ASN hingga menjabat kepala dinas?” tanyanya retoris.
LSM Pro Rakyat, tambah Aqrobin, akan segera mengambil langkah investigasi lebih lanjut dan berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kemenpan RB, KASN, hingga Komisi II DPR RI.
“Kami ingin memastikan bahwa kejadian ini tidak menjadi preseden buruk di Lampung. Dunia pendidikan harus bersih dari segala bentuk pemalsuan dan manipulasi,” tandasnya.***