SAIBETIK– Penyimpangan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuai sorotan. Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menilai, BI dan OJK tidak memiliki kewajiban menyalurkan dana CSR karena bukan entitas berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
“BI adalah bank sentral negara, sedangkan OJK merupakan pengawas jasa keuangan. Keduanya bukan perusahaan yang wajib mengalokasikan dana CSR. Hal ini justru membuka celah korupsi yang besar,” ujar Defiyan dalam keterangannya.
Ketiadaan Aturan, Celah Penyimpangan
Defiyan menjelaskan bahwa kewajiban CSR hanya berlaku bagi badan usaha berbentuk PT, sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang TJSL.
“CSR hanya diwajibkan bagi perusahaan yang mencari laba. Sementara BI dan OJK tidak menghasilkan keuntungan, sehingga tidak ada dasar hukum untuk menyalurkan dana CSR,” tegasnya.
Ia mempertanyakan sumber dana CSR yang disalurkan BI dan OJK. Dalam kasus BI, dana tersebut kemungkinan berasal dari kas bank sentral yang memiliki kewenangan atas jumlah uang beredar dan devisa negara.
Dugaan Moral Hazard
Defiyan mendesak adanya penyelidikan terhadap dugaan penggunaan dana CSR oleh jajaran pejabat BI dan OJK, termasuk Gubernur BI Perry Warjiyo dan Ketua OJK Mahendra Siregar. Ia menilai tindakan ini berpotensi menjadi bentuk moral hazard yang harus diusut oleh KPK.
“Jika penyaluran dana TJSL dilakukan dengan aturan buatan sendiri, ini adalah kerusakan moral yang luar biasa. Aparat hukum harus menelusuri sejak kapan praktik ini berlangsung agar penegakan hukum bisa berkeadilan,” tambahnya.
Fokus Tupoksi, Bukan CSR
Defiyan menekankan, tugas pokok BI dan OJK adalah menjaga stabilitas ekonomi dan moneter, bukan menyalurkan dana CSR. BI berpedoman pada UU No. 23/1999 dan perubahannya melalui UU No. 3/2004, sedangkan tugas OJK diatur dalam UU No. 21/2011.
“Lembaga-lembaga ini harus kembali fokus pada tupoksi mereka. Penyaluran dana yang tidak diatur undang-undang justru merusak kepercayaan publik,” tutupnya.***