SAIBETIK— Meskipun Pj Gubernur Lampung telah menetapkan harga beli singkong sebesar Rp1.400 per kilogram, banyak pengusaha di Lampung yang tetap membeli singkong di bawah harga yang telah disepakati. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan petani dan kritik tajam dari anggota DPRD Provinsi Lampung.
Wahrul Fauzi Silalahi, anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, mengungkapkan bahwa pengusaha dan perusahaan singkong di Lampung masih banyak yang tidak mematuhi instruksi gubernur. “Saya menerima laporan dari para petani bahwa pengusaha belum menerapkan harga yang sudah disepakati, yakni Rp1.400 per kilogram dengan rafaksi 15 persen,” kata Wahrul.
Menurutnya, pelanggaran ini berpotensi melanggar hukum. “Saya mendapat informasi bahwa harga yang berlaku saat ini masih berada di kisaran Rp1.070 per kilogram dengan rafaksi 30 persen. Padahal, kesepakatan yang dibuat sebelumnya adalah harga Rp1.400 per kilogram dan rafaksi 15 persen. Tentu saja ini melanggar kesepakatan,” tegasnya.
Wahrul menambahkan bahwa pengusaha yang tidak menghormati kesepakatan tersebut dianggap tidak menghargai otoritas pemerintah. “Jika pengusaha tidak mematuhi keputusan yang diambil oleh Pj Gubernur, sama saja mereka tidak menghargai eksistensi negara. Kalau Pj Gubernur saja tidak dihormati, bagaimana dengan rakyat?” ujarnya.
Sebagai respons terhadap pelanggaran ini, Wahrul berencana untuk melakukan kajian lebih lanjut tentang kemungkinan langkah hukum yang dapat diambil. “Saya akan mempelajari lebih dalam apakah ada peluang untuk melakukan tindakan hukum ke depan. Pemprov juga harus melakukan supervisi agar kesepakatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan mengevaluasi izin usaha serta memberikan sanksi bagi mereka yang tidak patuh,” tambahnya.
Pelanggaran terhadap kesepakatan harga singkong ini menunjukkan ketegangan antara petani, pengusaha, dan pemerintah yang harus segera diselesaikan agar ekonomi lokal tetap berjalan adil dan transparan.***