SAIBETIK Lampung, InsidePolitik – Penjabat (Pj) Gubernur Lampung, Samsudin, memastikan akan menjatuhkan sanksi tegas kepada perusahaan yang terbukti mengimpor tapioka. Langkah ini diambil menyusul temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II terkait impor tapioka oleh sejumlah perusahaan di Lampung, yang diduga menjadi penyebab rendahnya harga singkong di daerah tersebut.
Samsudin menegaskan, perusahaan yang melanggar ketentuan sesuai Surat Edaran (SE) terkait tata niaga singkong akan dikenai sanksi sesuai peraturan.
“Saya baru mendengar adanya impor tapioka masuk ke Lampung. Ini akan kami selidiki dan koordinasikan dengan pihak terkait. Jika terbukti, tindakan tegas akan diambil,” ujar Samsudin, Minggu (21/1).
Menurut Samsudin, SE Gubernur sudah mewajibkan perusahaan membeli singkong petani dengan harga minimum Rp 1.400 per kilogram. Perusahaan yang terbukti tidak mematuhi aturan ini juga akan mendapatkan sanksi.
“Pemprov Lampung tidak mengizinkan impor tapioka masuk, terutama karena ini merugikan petani lokal. Kami akan memantau dan memastikan pabrik-pabrik patuh terhadap ketentuan,” tegasnya.
Dia juga meminta perusahaan pengolah tapioka di Lampung untuk membeli singkong petani lokal sesuai harga yang telah disepakati dan mengingatkan pentingnya disiplin terhadap aturan yang telah ditetapkan.
“Kami akan meningkatkan pengawasan dan monitoring secara ketat terhadap perusahaan untuk memastikan aturan ini dipatuhi,” tambah Samsudin.
Temuan KPPU: Impor Tinggi dan Dominasi Pasar
KPPU Wilayah II sebelumnya melaporkan bahwa setidaknya empat perusahaan besar di Lampung melakukan impor tapioka dari Vietnam dan Thailand. Total impor sepanjang 2024 mencapai 59.050 ton dengan nilai USD 32,2 juta (setara Rp 511,4 miliar).
“Keempat perusahaan ini menggunakan jalur Pelabuhan Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Emas untuk mendistribusikan impor tersebut,” ungkap Kepala KPPU Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro.
KPPU juga mencatat bahwa meskipun terdapat 45 perusahaan tapioka di Lampung, empat perusahaan besar menguasai sekitar 75 persen pasar. Dominasi ini, menurut Wahyu, turut memengaruhi persaingan harga di sektor tersebut.
“Harga jual produk impor yang lebih murah membuat produsen lokal sulit bersaing. Hal ini menjadi salah satu faktor rendahnya harga beli singkong di tingkat petani,” jelas Wahyu.
Data KPPU menunjukkan impor tapioka secara nasional pada 2024 mencapai 267.062 ton dengan nilai sekitar USD 144 juta (Rp 2,2 triliun). Tingginya impor disebut menjadi salah satu penyebab utama anjloknya harga singkong di Lampung.
Pemprov Lampung kini bersiap melakukan tindakan tegas untuk melindungi petani lokal dan mendorong tata niaga yang lebih adil di sektor tapioka. “Kepatuhan terhadap SE Gubernur adalah harga mati,” pungkas Samsudin.***