SAIBETIK— Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal resmi mengukuhkan pengurus Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Provinsi Lampung periode 2025-2030, Senin (19/5/2025) di Balai Keratun, Komplek Kantor Gubernur. Momentum ini menjadi titik penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, petani, dan pelaku usaha demi mempertahankan eksistensi singkong Lampung sebagai komoditas strategis nasional.
Gubernur Mirza memberikan apresiasi tinggi kepada para pengusaha tapioka yang terus menjaga denyut ekonomi kerakyatan, membuka lapangan kerja, dan menjadi tulang punggung rantai pasok pangan dan industri nasional.
“Semoga amanah ini dijalankan dengan integritas, inovasi, dan semangat kolaboratif untuk kemajuan industri tapioka, khususnya dari Bumi Ruwa Jurai tercinta ini,” ujar Gubernur.
Lampung dikenal sebagai produsen singkong terbesar di Indonesia. Data Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung mencatat produksi singkong tahun 2024 mencapai 7,9 juta ton, menyumbang 51% dari total produksi nasional. Kesuksesan ini tak lepas dari program Itara (Industri Tapioka Rakyat) yang digagas sejak era Gubernur Oemarsono, menjadikan Lampung sebagai pusat industri tapioka yang mendunia.
Gubernur Mirza mengingatkan pentingnya sinergi aktif antara pemerintah, pengusaha, dan petani agar posisi singkong Lampung tidak melemah, apalagi menghadapi tantangan pasar global.
“Dulu lada dan kopi Lampung pernah menguasai pasar ekspor dunia karena nilai tawarnya kuat. Singkong pun harus kita jaga agar tetap kompetitif,” tegasnya.
Selain pangan, singkong juga menjadi bahan baku industri strategis yang diolah menjadi tapioka, bioetanol, pakan ternak, hingga bahan kosmetik dan farmasi. Pemerintah Provinsi Lampung bahkan telah menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp1.350/kg melalui Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 untuk menjaga stabilitas pasar.
Beberapa pabrik pengolahan tapioka tersebar di Lampung Tengah, Lampung Timur, Tulang Bawang, dan Way Kanan, menyerap ratusan ribu tenaga kerja langsung dan tidak langsung.
Ketua PPTTI Provinsi Lampung periode 2025-2030, Welly Soegiono, menyatakan komitmennya membina petani agar kualitas panen dan kadar pati singkong meningkat, sehingga keuntungan petani dan efisiensi perusahaan dapat berjalan seiring.
“Kita ingin mempersingkat rantai niaga, agar petani bisa langsung menjual ke pabrik tanpa perantara tengkulak,” jelas Welly.
Welly optimis sinergi aktif antara pelaku usaha dan petani mampu mengatasi berbagai kendala, sekaligus membuka peluang baru bagi industri tapioka Lampung.
Dalam sambutan yang disampaikan oleh Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Produk Tanaman Pangan Kemenko Pangan, Kus Prisetiahadi menegaskan bahwa Lampung memegang peran kunci sebagai lumbung karbohidrat non beras sekaligus pusat pertumbuhan industri tepung tapioka nasional.
Kemenko Pangan pun tengah mengupayakan agar komunitas ubi kayu mendapatkan status Lartas (Larangan Terbatas) guna melindungi petani dan pelaku usaha lokal dari produk impor yang tak terkendali.
Kolaborasi pemerintah, pengusaha, dan petani menjadi kunci menjaga keunggulan singkong Lampung sekaligus mendorong inovasi dan keberlanjutan industri tapioka nasional.***










