SAIBETIK- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden disambut dengan antusias oleh pendukung mantan calon presiden Anies Baswedan. Juru bicara Anies, Sahrin Hamid, menyatakan bahwa putusan ini merupakan angin segar bagi demokrasi Indonesia.
“Inilah yang menjadi harapan rakyat selama ini, sehingga putusan ini menjadi kado tahun baru dari Majelis Hakim MK. MK telah meminimalkan cengkeraman kartel politik dan oligarki bagi pilpres kita di masa depan,” ujar Sahrin.
Menurut Sahrin, penghapusan presidential threshold sangat penting dalam meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Ambang batas yang sebelumnya ada dianggapnya sebagai pembatas akses bagi rakyat untuk mencalonkan diri dan memperoleh pemimpin yang lebih baik.
“Dengan putusan ini, maka potensi kepemimpinan bangsa akan tumbuh berkembang dari seluruh potensi anak bangsa yang memiliki kualitas,” tegasnya.
Sahrin juga menekankan pentingnya netralitas aparat negara dalam pelaksanaan pemilu. Ia berharap sistem pilpres yang demokratis dapat terwujud dengan memastikan negara tetap netral.
Mengenai Anies Baswedan, Sahrin menjelaskan bahwa mantan gubernur DKI Jakarta tersebut belum memiliki rencana untuk membentuk partai politik. Bahkan, ia menyatakan Anies belum tertarik untuk bergabung dengan partai politik yang ada saat ini. “Pilpres 2029 masih jauh. Pak Anies akan membentuk ormas kegiatan sosial dalam waktu dekat,” kata Sahrin.
Sebelumnya, MK memutuskan untuk menghapus ketentuan presidential threshold yang terdapat dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan ini diambil dengan alasan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketua MK Suhartoyo dalam amar putusannya menyatakan, “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.” Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra menambahkan bahwa penggunaan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya untuk menentukan hak partai politik mengusulkan pasangan capres-cawapres dianggap sebagai bentuk ketidakadilan.***