SAIBETIK – Perkumpulan aktivis 98 yang tergabung dalam Nurani 98 menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai tidak berani mengusut dugaan tindak pidana korupsi dan kolusi (KKN) yang melibatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya. Hal ini terkait dengan laporan yang sudah diajukan oleh Nurani 98 sejak 10 Januari 2022, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut dari KPK.
Presidium Nurani 98, Ray Rangkuti, mengungkapkan kekecewaannya terhadap KPK yang dinilainya tidak memiliki nyali untuk menangani laporan tersebut. “Itu yang memilukan dari KPK yang sekarang,” kata Ray.
Ray kemudian membandingkan respons KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, dengan kasus yang melibatkan Jokowi dan keluarganya. Menurutnya, KPK begitu cepat menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku, sementara kasus yang melibatkan kekuasaan lebih tinggi justru terkesan diabaikan.
“Urusan Hasto begitu cepat, urusan yang dekat kekuasaan seperti tutup mata. Kasus Hasto yang sebenarnya bobotnya sudah sangat turun, terus dikejar-kejar, sampai geledah dua rumah segala. Dramanya begitu kentara,” ujar Ray.
Aktivis yang juga pendiri LSM Lingkar Madani Indonesia ini menambahkan, berbagai laporan masyarakat mengenai dugaan KKN Jokowi dan keluarganya, serta kasus besar lainnya, seperti Blok Medan dan pemerasan oleh oknum polisi, tampaknya tidak mendapatkan perhatian serius dari KPK.
“Terlihat seperti mengalihkan perhatian publik dari tuntutan besar: CSR BI, Blok Medan, dugaan pemerasan di DWP oleh oknum polisi, Sahbirin Noer, dan terakhir laporan tentang kekayaan keluarga Jokowi,” sesal Ray.
Ray juga menyebutkan bahwa KPK sebelumnya justru mendorong masyarakat untuk melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi dan keluarganya, namun kenyataannya, KPK lebih fokus pada kasus-kasus lain yang dinilai kurang substansial.
“KPK tetap saja bermain di kasus Hasto,” kritiknya.
Ray berpendapat bahwa pandangan pesimistis masyarakat terhadap kinerja KPK tidak bisa disalahkan. “Tidak berlebihan pandangan pesimisme masyarakat atas hal ini. Yang bisa kita lihat dalam istilah: korupsi lawan politik dikejar sampai ke antartika, korupsi di lingkungan sendiri cukup antarkita,” tandasnya.***