SAIBETIK- Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, dua aparatur sipil negara Lampung Selatan, Dedi Miryanto, S.E., M.Si., dan Wildawati, S.E., mengajak masyarakat untuk menjadikan literasi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka sepakat bahwa gerakan literasi harus tumbuh dari bawah dan relevan dengan kebutuhan warga, bukan sekadar program seremonial.
Literasi yang Dekat dengan Masyarakat
Dedi Miryanto yang aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan menilai bahwa literasi tidak hanya berkembang di ruang kelas atau perpustakaan formal. Menurutnya, literasi bisa muncul dari percakapan di pos ronda, majelis taklim, hingga obrolan santai di warung kopi.
_”Literasi bukan sekadar membaca buku tebal, tetapi bagaimana pengetahuan dapat menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari,”_ ujarnya.
Wildawati menambahkan bahwa perpustakaan desa harus berkembang dengan pendekatan yang lebih inklusif, mengangkat cerita lokal dan sejarah kampung sebagai bagian dari sumber literasi.
_”Kadang perpustakaan ada, tetapi kurang dimanfaatkan. Kita perlu memperkaya isi bacaan dengan cerita yang dekat dengan kehidupan masyarakat agar lebih menarik dan bermanfaat,”_ katanya.
Dukungan Pemerintah untuk Literasi Berkelanjutan
Dedi dan Wildawati mengakui bahwa dukungan pemerintah daerah memiliki peran besar dalam mengembangkan gerakan literasi di Lampung Selatan. Di bawah kepemimpinan Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama, mereka merasakan kebijakan yang lebih terbuka terhadap pengembangan literasi berbasis masyarakat.
_”Kami bersyukur banyak inisiatif literasi saat ini mendapat respons positif dari pemerintah daerah, sehingga gerakan literasi bisa berkembang lebih luas,”_ ujar Dedi.
Wildawati menambahkan bahwa perhatian pemerintah terhadap penguatan sumber daya manusia dan literasi semakin memudahkan warga dalam mendapatkan akses pengetahuan.
_”Dukungan seperti ini bukan hanya dalam bentuk proyek besar, tetapi juga berupa kehadiran dan dialog langsung dengan masyarakat, yang membuat kami merasa lebih didukung,”_ tuturnya.
*Membangun Budaya Literasi Bersama *
Menurut mereka, literasi tidak bisa hanya digerakkan oleh satu pihak. Dibutuhkan keterlibatan sekolah, komunitas pemuda, pemerintah desa, serta pelaku usaha lokal untuk menciptakan budaya membaca yang kuat.
_”Literasi akan berkembang jika ada kerja sama. Ini bukan hanya program dari pemerintah, tetapi juga semangat dari masyarakat sendiri,”_ kata Dedi.
Wildawati berharap gerakan ini terus berkembang dan menciptakan ruang belajar yang inklusif, di mana setiap orang merasa memiliki peran dalam membangun budaya literasi.
Menuju Perubahan Nyata
Meski tantangan masih ada, mereka melihat perubahan positif: tumbuhnya ruang baca komunitas, meningkatnya minat anak-anak terhadap cerita lokal, hingga inisiatif warga untuk berbagi buku dan ilmu.
_”Perubahan kecil ini, jika terus dirawat, akan menjadi pondasi bagi generasi mendatang yang lebih sadar dan kritis,”_ tutup Dedi.***