SAIBETIK- Momen Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Minggu, 20 Oktober 2024) menandai periode kritis bagi kedaruratan demokrasi di tanah air. Dalam konteks ini, DPD Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Lampung menggarisbawahi pentingnya menjaga keadilan dan hak asasi manusia.
Dalam konteks ini, Ketua DPD IKADIN Lampung, Penta Peturun, merujuk pada pernyataan Prabowo Subianto di penghujung tahun 2021, ketika meluncurkan bukunya berjudul Paradoks Indonesia dan Solusi. Dalam buku tersebut, Prabowo mengingatkan bahwa 115 juta rakyat Indonesia terancam miskin, sebagaimana dilaporkan oleh Bank Dunia (2021). Ia juga menyoroti bahwa hampir 50 juta orang, atau 40% angkatan kerja, hanya memiliki pendidikan sampai SD (BPS, 2020). “Masyarakat Indonesia tidak seharusnya menjadi bangsa yang miskin, terutama di negeri yang kaya akan sumber daya alam,” ungkapnya.
Prabowo menegaskan keyakinannya bahwa sepanjang sejarah, keadilan pasti akan menang. “Sepanjang sejarah manusia, tidak pernah ketidakadilan menang. Pasti keadilan menang. Untuk itu saya berjuang bersama Anda semua di sini,” ujarnya. Ia mencanangkan perjuangan dengan prinsip Satyagraha, yang merupakan konsep perlawanan tanpa kekerasan yang dikembangkan oleh Mahatma Gandhi, berlandaskan kebenaran dan keadilan.
Mewujudkan demokrasi yang sejati, menurut Prabowo, memerlukan perjuangan dari para pendekar penyelamat demokrasi. “Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa menyerahkan demokrasi pada preman-preman bayaran,” tegasnya dalam buku tersebut.
Sebagai organisasi profesi advokat yang mengusung tagline “Advokat Pejuang”, IKADIN Lampung berkomitmen untuk mengawal pernyataan Presiden terpilih untuk periode 2024-2029. “Kami menjadi garda terdepan dalam menjaga konstitusi, menegakkan demokrasi, dan hak asasi manusia,” tegas Penta Peturun.
Dalam menghadapi tantangan yang dihadapi bangsa dan negara, Penta menyoroti ketimpangan ekonomi yang ada. “Saat ini, ekonomi dikuasai oleh pemodal besar, sementara rakyat hanya mendapatkan 1%. Demokrasi juga terancam oleh politik uang,” ujarnya. Dia mengusulkan penerapan Pasal 33 UUD 1945 sebagai solusi untuk membangun ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat.
“Harapan besar bagi civil society adalah menjaga komitmen Satyagraha dengan semangat kebhinekaan, sehingga semua rakyat Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan haknya,” tambah Penta Peturun, menegaskan perlunya kolaborasi dalam mewujudkan demokrasi yang adil dan merata.***