SAIBETIK– Kasus pembatalan pasangan calon (paslon) Utayoh dalam Pilkada Fakfak 2024 menarik perhatian publik. Pembatalan ini menjadi sorotan setelah adanya perbedaan penerapan hukum antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Fakfak, KPU Provinsi Papua Barat, dan putusan Mahkamah Agung (MA).
Pada 11 November 2024, KPU Kabupaten Fakfak secara resmi mendiskualifikasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Fakfak nomor urut 1, Untung Tamsil dan Yohana Dina Hindom, dari kontestasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Fakfak 2024. Keputusan tersebut diambil setelah rekomendasi dari Bawaslu Fakfak yang menemukan pelanggaran pemilu oleh paslon nomor urut 1.
Namun, pada 19 November 2024, KPU Provinsi Papua Barat mengeluarkan keputusan yang mencabut diskualifikasi paslon nomor urut 1 dan memutuskan pasangan Untung Tamsil dan Yohana Dina Hindom untuk kembali ikut dalam kontestasi pilkada.
Di tengah proses ini, pada 20 November 2024, majelis hakim yang dipimpin oleh Irfan Fachruddin memutuskan perkara kasasi yang diajukan oleh pasangan Utayoh dengan menolak permohonan tersebut. Putusan ini mengacu pada keputusan KPU Provinsi Papua Barat yang menganggap permohonan kasasi sudah terpenuhi dengan terbitnya keputusan nomor 319 Tahun 2024.
Nelson Simanjuntak, mantan Bawaslu RI periode 2012-2017, menilai putusan MA aneh karena tiba-tiba muncul keputusan KPU Provinsi Papua Barat yang membatalkan keputusan KPU Kabupaten Fakfak di tengah proses kasasi. Ia berpendapat, seharusnya MA berpatokan pada gugatan yang disampaikan sebelumnya, bukan informasi yang muncul mendadak di tengah proses hukum.
Namun, KPU Provinsi Papua Barat tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan pembatalan keputusan KPU Kabupaten Fakfak terkait pasangan Untung Tamsil dan Yohana Dina Hindom.