SAIBETIK InsidePolitik – Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya, meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, untuk tidak melepaskan tanggung jawab terkait kontroversi pembangunan pagar laut yang diduga melibatkan pengembang proyek PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, di perairan Tangerang, Banten.
Sebelumnya, Menteri Nusron sempat menyatakan bahwa pembangunan pagar laut di kawasan tersebut belum dapat dikategorikan sebagai pencurian lahan. Namun, menurut Indra, pembangunan pagar laut jelas merupakan upaya penguasaan lahan di laut, mirip dengan penggunaan patok untuk lahan di darat.
“Pagar laut adalah patok yang digunakan untuk menguasai lahan. Ada kepentingan ekonomi besar di balik itu, kalau tidak, buat apa dipasang pagar?” ujar Indra, menegaskan bahwa proyek pagar laut ini tidak mungkin dilakukan tanpa motif ekonomi yang jelas.
Indra juga menyoroti besarnya biaya yang diperlukan untuk pembangunan pagar laut. Dengan estimasi biaya Rp 500 ribu per meter, proyek tersebut diperkirakan memakan anggaran sekitar Rp 15 miliar.
Politisi Fraksi PKB ini mendesak Menteri ATR untuk segera menyelidiki kasus ini secara mendalam, bekerja sama dengan kementerian terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta pihak kepolisian. “Menteri ATR jangan hanya menunggu laporan dari instansi lain. Jangan sampai Menteri ATR lepas tangan,” tegasnya.
Kasus pagar laut di Tangerang sempat viral setelah munculnya pagar sepanjang 30,16 kilometer yang diduga dibangun tanpa izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Menanggapi hal ini, KKP telah menyegel pagar laut tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, membantah keterlibatan perusahaan dalam proyek tersebut. Ia memastikan bahwa perusahaan yang dimiliki oleh konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan, tidak pernah menghalangi akses masyarakat, termasuk nelayan, ke sumber daya laut. “Kami menegaskan tidak ada bukti atau fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan pemasangan pagar laut,” ujar Muannas.***