SAIBETIK– Sudah delapan bulan sejak Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden RI periode 2024–2029. Namun bukan hanya euforia kemenangan yang tersisa, melainkan juga suara kekecewaan dari salah satu organ relawan pendukungnya: Gema Puan.
Ketua Umum Gema Puan, Ridwan 98, menyampaikan kekecewaan karena sejak kemenangan diumumkan, tak ada lagi komunikasi maupun pelibatan dari pihak-pihak yang sebelumnya mengajak mereka bergabung dalam barisan pemenangan. Ia menegaskan bahwa Gema Puan adalah organisasi legal, terdaftar resmi, dan bukan relawan instan yang datang hanya saat kampanye.
“Kami bukan relawan musiman. Tapi sejak Prabowo menang, kami seperti dilupakan. Tak ada ajakan, tak ada penghargaan moral,” kata Ridwan, Senin (28/7/2025).
Dari Loyalis Puan ke Barisan Prabowo
Gema Puan lahir dari loyalitas terhadap Puan Maharani, dan sempat mendorongnya sebagai capres dari PDI Perjuangan. Namun saat partai menetapkan Ganjar Pranowo sebagai calon resmi pada 2023, mereka memilih arah baru. Ajakan dari sejumlah tokoh Gerindra—termasuk mendiang Ricky Tamba—membuat mereka bergabung mendukung Prabowo.
Ridwan mengaku diundang secara resmi ke rumah pemenangan di Slipi dan Imam Bonjol, bahkan aktif turun langsung ke akar rumput selama masa kampanye. Namun kini, ia merasa pintu-pintu itu tertutup rapat.
“Kami datang dengan idealisme. Tidak meminta jabatan, hanya ingin diakui dan dilibatkan. Kalau relawan dilupakan, kepercayaan pun bisa luntur,” ujarnya tegas.
Masih Menaruh Harapan pada Prabowo
Meski kecewa, Gema Puan tidak menutup pintu sepenuhnya. Ridwan menyebut pihaknya masih percaya pada sosok Presiden Prabowo dan berharap tokoh-tokoh di lingkaran dalam seperti Dasco (Ahmad Muzani) bisa mendengar suara mereka.
“Kami tidak mengancam. Tapi jika terus dibungkam, kami akan angkat suara di ruang publik. Demi menjaga martabat organisasi dan sosok Ibu Puan Maharani yang kami junjung,” tegasnya.
Gema Puan berharap pemerintah baru ini bisa lebih terbuka terhadap mereka yang telah berkontribusi nyata. Bagi Ridwan dan relawan lainnya, penghargaan bukan hanya soal jabatan, tapi tentang pengakuan perjuangan.
Di tengah gegap gempita pembangunan pasca pemilu, suara relawan seperti Gema Puan menjadi pengingat bahwa loyalitas tak boleh dibayar dengan pengabaian. Karena dalam politik, sering kali yang dilupakan justru mereka yang paling dulu datang memberi dukungan.***