SAIBETIK – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendesak adanya revisi pada Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu) dan Undang-Undang Pemilihan (UU Pemilihan). Menurut Bawaslu, isu kuota 30 persen perempuan yang selama ini digulirkan hanya sebatas gimmick tanpa implementasi yang jelas.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, menekankan pentingnya revisi dalam konteks keterwakilan perempuan di parlemen yang hingga kini belum tercapai secara optimal. Salah satu perubahan yang disarankan adalah mengubah frasa dalam undang-undang mengenai pemenuhan kuota perempuan.
“Frasa ‘memperhatikan’ perlu diganti dengan ‘mewujudkan’ dalam upaya pemenuhan kuota minimal 30 persen perempuan di lembaga penyelenggara Pemilu,” ujar Lolly.
Lolly menjelaskan bahwa perubahan ini harus mencakup seluruh tahapan, mulai dari seleksi tim, rekrutmen penyelenggara, hingga hasil pemilu yang terpilih, baik di tingkat nasional maupun ad hoc.
“Suara perempuan sering kali tidak terdengar, dan itu menjadi alasan penting bagi kami untuk mendorong perubahan ini,” tambahnya.
Bawaslu juga akan terus melakukan konsolidasi dengan organisasi perempuan dalam rangka mendapatkan refleksi terhadap proses dan hasil penyelenggaraan pemilu. “Suara perempuan harus terdengar, dan kami akan melaksanakan ini dalam rapat pleno, yang nantinya akan dibahas di Badan Legislasi (Baleg) dan Komisi II DPR,” jelas Lolly.
Selain itu, Lolly berharap ada perbaikan dalam pemenuhan kebutuhan dasar perempuan penyelenggara Pemilu, seperti hak cuti hamil dan menyusui, serta menciptakan lingkungan kerja yang ramah anak dan perempuan, dan menghapus stereotip gender dalam keterwakilan perempuan sebagai peserta Pemilu.***