SAIBETIK– Warisan budaya Lampung kembali mendapatkan sorotan lewat sebuah workshop spesial bertajuk Tari Tuping 12 Wajah. Selama tiga hari penuh, 22–24 September 2025, sebanyak 50 pelajar dari lima sekolah di Kabupaten Lampung Selatan mengikuti pelatihan intensif yang digelar di Aula SMA Negeri 2 Kalianda.
Acara ini menjadi langkah nyata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan dalam menjaga dan melestarikan seni budaya lokal agar tidak tergerus arus modernisasi. Tak sekadar belajar menari, para peserta juga diajak menyelami filosofi, sejarah, dan makna perjuangan yang terkandung dalam tarian sakral khas Lampung ini.
Pelajar yang terlibat berasal dari SMPN 1 Kalianda, SMPN 1 Katibung, SMAN 1 Kalianda, SMAN 2 Kalianda, dan SMK Negeri 2 Kalianda. Mereka mendapat bimbingan dari para narasumber berkompeten, seperti Yoga Pramana, SH dari Keratuan Darah Putih yang membawakan materi sejarah dan filosofi Tari Tuping 12 Wajah, Husin, SE yang mengupas soal koreografi, serta pelatih seni lokal, Samsul Nasri, yang langsung melatih gerakan di lapangan.
“Tari Tuping adalah warisan budaya yang otentik dan penuh makna. Di dalamnya tersimpan kisah perjuangan leluhur, simbol identitas, serta semangat masyarakat Lampung yang harus dijaga lintas generasi,” jelas Yoga Pramana dalam salah satu sesi workshop.
Apresiasi Pemerintah Daerah
Workshop ini secara resmi dibuka oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat sekaligus Plt. Kepala Dinas Pariwisata Lampung Selatan, Intji Indriati, yang hadir mewakili Bupati Lampung Selatan Radityo Egi Pratama. Dalam sambutannya, Intji menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menjaga eksistensi budaya lokal.
“Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak, terutama Keratuan Darah Putih, yang selama ini konsisten merawat Tari Tuping 12 Wajah. Inilah bukti nyata bagaimana dunia pendidikan dan kebudayaan bisa bersatu memperkuat identitas daerah,” ujar Intji.
Kegiatan tersebut juga mendapat dukungan dari sejumlah pejabat daerah, seperti Sekretaris Dinas Pendidikan Lampung Selatan Ahmad Cahyadi, Plt. Kepala Dinas PPPA dr. Nanci, para kepala sekolah peserta, serta perwakilan Dewan Kesenian Kabupaten Lampung Selatan (DKKLS).
Pesan Bupati: Satu Sekolah Satu Kesenian Lampung
Dalam pesannya, Bupati Lampung Selatan Radityo Egi Pratama menegaskan bahwa pelestarian budaya harus dimulai dari generasi muda. Ia berharap setiap sekolah di wilayahnya memiliki minimal satu kesenian tradisional Lampung yang dibina secara konsisten.
“Kesenian tradisional akan hidup bila diwariskan dan dipraktikkan oleh anak-anak muda. Pemkab Lampung Selatan akan memantapkan program Satu Sekolah Satu Kesenian Lampung sebagai pondasi penguatan karakter dan pelestarian budaya,” tegas Radityo.
Program ini juga sejalan dengan visi unggulan Pemkab Lampung Selatan, yakni Agro Edu Wisata. Konsep wisata edukasi ini tidak hanya mengangkat sektor pertanian dan pariwisata, tetapi juga menempatkan budaya sebagai pilar utama untuk menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara.
Harapan Lintas Nasional
Menariknya, workshop ini juga direncanakan akan dihadiri oleh Utusan Khusus Presiden (UKP) bidang Pariwisata, Zita Anjani, pada hari kedua. Kehadirannya dinilai mampu memberi perhatian lebih dari tingkat nasional terhadap potensi budaya Lampung Selatan.
Bila terealisasi, langkah ini bisa menjadi momentum penting agar Tari Tuping 12 Wajah tidak hanya dikenal di daerah, tetapi juga dikukuhkan sebagai warisan budaya nasional yang layak mendunia.
Lebih dari Sekadar Tari
Selama workshop, para pelajar bukan hanya belajar menghafalkan gerakan tari, tetapi juga diajak memahami filosofi yang terkandung di dalamnya. Tari Tuping 12 Wajah mencerminkan perjalanan hidup manusia, nilai moral, hingga refleksi perjuangan rakyat Lampung melawan penjajahan.
Dengan memahami filosofi ini, generasi muda diharapkan tidak hanya mampu menarikan tarian, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
“Pelestarian budaya bukan hanya tugas pemerintah atau seniman, melainkan tanggung jawab kolektif kita semua. Generasi muda harus menjadi motor utama agar warisan ini tetap hidup,” pungkas Intji Indriati.***