SAIBETIK– Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pringsewu menggelar acara Bulan Bahasa 2024 dengan tema “Meneguhkan Bahasa dan Sastra Sebagai Jati Diri Bangsa” pada Minggu, 3 November 2024.
Acara yang berlangsung dalam format seminar ini menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Dr. Wiwin Windayanti, seorang dosen di STIT, dan Isbedy Stiawan ZS, seorang sastrawan terkemuka.
Dalam sambutannya, Iis Maisaroh mewakili STIT Pringsewu mengungkapkan dukungannya terhadap kegiatan yang diorganisir oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIT. Ia memberikan apresiasi kepada mahasiswa yang memperingati Bulan Bahasa setiap 28 Oktober.
Seminar ini dihadiri oleh Ketua Program Studi Dr. Salamun Mohammad Abror, sejumlah dosen, dan sekitar 100 mahasiswa.
Dr. Wiwin memaparkan urgensi penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sebagai langkah untuk memperkuat identitas bangsa. “Jadikan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang baik dan benar,” tegasnya. Ia membuka presentasinya dengan memutar lagu “Kebyar-Kebyar” karya Gombloh, yang dinyanyikan oleh grup band Cokelat, di mana para peserta turut bernyanyi bersama. Wiwin juga mengutip teks Sumpah Pemuda sebagai bagian dari pemaparannya.
Sementara itu, Isbedy Stiawan ZS memulai sesi dengan membacakan teks Sumpah Pemuda. “Ada yang tahu salah satu konseptor teks Sumpah Pemuda?” tanyanya kepada peserta seminar. Ia menjelaskan bahwa M. Yamin, seorang sastrawan Indonesia, merupakan salah satu dari konseptor Sumpah Pemuda, yang diungkapkan oleh Sutardji Calzoum Bachri sebagai puisi dengan huruf P kapital.
Isbedy melanjutkan, “Teks ini bukan hanya sebuah puisi politik; ia memiliki rima dan daya ramal untuk masa depan. Ketika Indonesia diikrarkan sebagai bangsa, tanah air, dan berbahasa, status tersebut masih in absentia. Baru terwujud 17 tahun kemudian, tepatnya pada 17 Agustus 1945.”
Lebih lanjut, Isbedy menegaskan bahwa Indonesia berutang pada puisi dan seni, serta menekankan pentingnya peran M. Yamin sebagai sastrawan dalam pengembangan identitas bangsa.
Ia juga mencatat bahwa bangsa-bangsa besar di dunia dikenal karena memiliki karya sastra dan sastrawan besar. Negara-negara seperti Rusia, Inggris, dan Amerika Latin memiliki sastrawan terkenal seperti Shakespeare, Boris Pasternak, dan Tolstoy. “Begitu pula Indonesia, yang memiliki A.A. Navis, Mohammad Yamin, dan Chairil Anwar,” ujarnya.
Seminar Bulan Bahasa ini berlangsung hingga pukul 12.00 dan mendapatkan respons positif dari civitas akademika STIT Pringsewu. Hal ini diakui oleh Intan Nuraini Putri, Ketua BEM STIT, yang berharap agar seminar semacam ini dapat berlanjut. “Dari seminar ini, kami berharap mahasiswa semakin bangga dengan bahasa Indonesia dan terdorong untuk menulis karya sastra,” ungkapnya.***