SAIBETIK– Fakta mengejutkan mencuat dari SMA Swasta bernama Siger, yang disebut-sebut beroperasi secara liar dan ilegal di Bandar Lampung. Sekolah ini, yang menggunakan dana APBD kota, dikabarkan berada di bawah kendali Wali Kota Eva Dwiana dan kini akrab disapa publik sebagai “The Killer Policy” karena berbagai kontroversi.
Hingga saat ini, guru honorer yang mengabdi di sekolah tersebut belum menerima honor mereka, meskipun sudah mengajar sejak KBM perdana pada 11 Agustus 2025. Artinya, sampai 11 September 2025, guru-guru ini telah bekerja selama satu bulan penuh tanpa pembayaran resmi. Keadaan ini menimbulkan ketidakpuasan sekaligus keresahan di kalangan tenaga pendidik.
Seorang pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung yang enggan disebut namanya menjelaskan, keterlambatan pembayaran honor guru disebabkan oleh proses finalisasi APBD Perubahan yang belum rampung. “Memang agak terlambat karena proses APBD Perubahan baru final,” ujarnya, Kamis (12/9/2025).
Tidak hanya guru honorer, beberapa kepala SMP negeri yang bertindak sebagai Plh kepala sekolah di SMA Siger juga belum menerima honor tambahan. Mereka rela mengabdikan tenaga dan pikiran untuk sekolah yang hingga kini belum terdaftar di dapodik, dan tidak mendapatkan pengakuan resmi dari Dinas Pendidikan maupun Kemendikbud RI.
Sejumlah guru yang diwawancarai enggan berkomentar panjang lebar terkait nasib honor mereka. “Ya begitulah,” ujar salah satu guru singkat, ketika ditanya soal pembayaran. Sementara itu, nominal honor yang seharusnya diterima oleh guru dan kepala sekolah masih menjadi bahan investigasi, karena belum ada keputusan resmi dari Pemkot Bandar Lampung.
Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai akuntabilitas penggunaan dana APBD untuk sekolah swasta yang belum memiliki izin resmi. Publik pun menyoroti dampak kebijakan ini terhadap kualitas pendidikan dan kepercayaan masyarakat.
Dengan sekolah yang telah genap beroperasi selama sebulan, tenaga pendidik berharap Pemkot segera menuntaskan masalah honor, agar mereka mendapat haknya sesuai dedikasi dan pengabdian yang telah diberikan. Kasus ini diprediksi akan terus memicu perbincangan hangat di media dan kalangan pendidikan Lampung.***