SAIBETIK— Sekolah Siger, gagasan ambisius Pemerintah Kota Bandar Lampung yang diklaim untuk memfasilitasi pendidikan gratis bagi warga pra sejahtera, kini justru menuai sorotan tajam. Program yang digadang-gadang sebagai solusi pendidikan, diduga melanggar sejumlah ketentuan hukum dan regulasi pendidikan nasional.
Sumber kegaduhan bermula dari penunjukan sejumlah kepala sekolah negeri sebagai wakil kepala di unit Sekolah Siger 1 hingga 4, padahal status legalitas sekolah tersebut belum jelas di tingkat Provinsi. Padahal dalam Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025, redistribusi guru ASN ke sekolah yang diselenggarakan masyarakat—seperti sekolah swasta atau yayasan—wajib memenuhi kriteria ketat, salah satunya adalah izin operasional resmi dan data pokok pendidikan (Dapodik) yang telah tercatat minimal tiga tahun.
Namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.
“SMA Siger saat ini belum terdaftar resmi di Dinas Pendidikan Provinsi. Namun anehnya, mereka sudah menerima murid hingga 50 orang,” ujar salah satu sumber dari dinas yang enggan disebutkan namanya.
Yang lebih mengejutkan, beberapa kepala SMP Negeri mengaku ditunjuk sebagai Wakil Kepala Sekolah Siger tanpa kejelasan payung hukum. Mereka mengaku hanya mengikuti perintah atasan, yang tak lain adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Ketika dikonfirmasi via WhatsApp pada Jumat malam (18/7/2025), Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Thomas Americo, mengakui bahwa berdasarkan regulasi, guru ASN seharusnya kembali ke sekolah negeri. Namun ia menambahkan bahwa proses penarikan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan.
“Penarikan guru ASN dari sekolah swasta tidak bisa serta-merta. Banyak faktor yang dipertimbangkan, termasuk kekurangan guru dan peran strategis guru bersangkutan,” jelas Thomas.
Pernyataan tersebut memang dapat diterima dalam konteks sekolah swasta yang sudah lama beroperasi. Namun menjadi rancu jika diterapkan pada Sekolah Siger yang belum memiliki izin operasional resmi, belum tercatat dalam Dapodik, bahkan belum menjalani Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Dugaan pelanggaran terhadap Permendikdasmen pun menguat.
Dalam Pasal 5 bagian ketiga, dijelaskan bahwa satuan pendidikan masyarakat yang menerima guru ASN harus:
- Memiliki izin operasional
- Terdaftar di Dapodik minimal 3 tahun
- Menjalankan kurikulum resmi
- Memiliki rombongan belajar lengkap
- Tidak menolak BOS
- Dan lainnya…
Fakta-fakta ini menjadi sorotan tajam kalangan pendidikan dan organisasi masyarakat sipil. Banyak pihak mulai mempertanyakan, apakah niat mulia mempermudah akses pendidikan bagi warga pra sejahtera harus dijalankan dengan cara yang melanggar aturan?
“Kalau benar sekolah ini dijalankan di luar regulasi, dan ditunggangi konflik kepentingan, lalu siapa yang paling dirugikan? Ya, anak-anak kita. Mereka digantung nasibnya dalam ketidakpastian,” ujar seorang pegiat pendidikan dari salah satu LSM di Bandar Lampung.
Yang lebih mencemaskan, hingga berita ini ditulis, tidak ada kejelasan soal kalender akademik Sekolah Siger. Murid sudah terdaftar, namun belum ada kegiatan belajar mengajar, belum ada guru tetap, belum ada sistem, bahkan yayasannya pun tidak diketahui publik secara resmi.
Kini, bola panas berada di tangan Wali Kota Eva Dwiana dan Dinas Pendidikan Kota maupun Provinsi. Apakah mereka akan membiarkan ratusan siswa pra sejahtera terombang-ambing di tengah konflik kebijakan, atau segera membenahi kekacauan ini?***