SAIBETIK— Di tengah kebutuhan masyarakat akan pendidikan menengah yang terjangkau, SMA Siger Kota Bandar Lampung justru menghadapi realita pahit: jumlah pendaftar stagnan di angka 11 orang sejak pembukaan pada 9 Juli 2025.
Hingga Jumat (18/7/2025) pukul 11.00 WIB, Sekolah Siger 2 (yang berlokasi di SMP Negeri 39 Bandar Lampung) belum menunjukkan peningkatan minat dari calon siswa baru. Seorang guru yang ditunjuk sebagai pengajar di sekolah itu menyebut bahwa belum ada perubahan signifikan sejak hari kedua pembukaan.
“Masih 11 murid, belum ada tambahan. Kondisinya sama seperti awal,” ujarnya singkat.
Namun persoalan tak hanya berhenti pada minimnya pendaftar. Hal yang paling krusial justru menyangkut ketidakjelasan manajemen pendidikan di sekolah tersebut. Meski digagas langsung oleh Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana, SMA Siger hingga hari ini belum memiliki struktur kepengurusan yang pasti.
“Kepala sekolah juga belum ada. Kami pun masih belum tahu siapa yang ditunjuk secara resmi untuk mengelola dana, kurikulum, maupun penerimaan siswa,” jelasnya.
Minimnya informasi dan kepastian membuat SMA Siger kehilangan momentum sebagai alternatif pendidikan bagi warga miskin kota. Padahal, berdasarkan data, ada sekitar 3.000 pelajar tingkat SMA di Bandar Lampung yang berasal dari keluarga prasejahtera dan sangat membutuhkan akses pendidikan murah dan legal.
Ketiadaan instrumen formal seperti kepala sekolah, kurikulum, dan status yayasan yang belum diakui oleh Dinas Pendidikan Provinsi, membuat publik bertanya-tanya soal masa depan SMA Siger. Warga pun memilih berhati-hati.
Sampai saat ini, tak ada kejelasan siapa pengurus Yayasan Prakarsa Bunda, entitas yang menaungi SMA Siger. Nama Darmansyah disebut-sebut sebagai calon ketua yayasan, namun belum ada pengumuman resmi maupun keberadaan kantor operasional yang bisa diakses publik.
Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tak mungkin SMA Siger akan kehilangan kepercayaan publik sejak awal. Padahal dengan pengelolaan yang transparan dan regulatif, sekolah ini bisa menjadi solusi konkret untuk pemerataan pendidikan di kota.***