SAIBETIK – Polemik pendidikan antara sekolah swasta dan pemerintah provinsi kembali mengemuka. Setelah sebelumnya memanas soal sistem penerimaan murid baru dan kasus Sekolah Siger yang diperdebatkan di DPRD Lampung, kini giliran kebijakan pembukaan jurusan seni di SMK Negeri yang memantik reaksi keras.
Kepala sekolah SMA/SMK swasta menilai langkah Pemprov Lampung, di bawah kepemimpinan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal (Gerindra), sebagai strategi “suntik mati” terhadap keberlangsungan sekolah swasta.
Isu ini mencuat usai viralnya video Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, yang menyatakan pembukaan jurusan seni tari dan musik di SMK Negeri 5 Bandar Lampung, SMK Negeri 1 Pringsewu, serta SMK di Kota Gajah.
“Anak-anak kita banyak yang berjiwa seni, itu harus disalurkan. Tahun depan kami buka jurusan seni tari dan musik di 3 SMK, bahkan merancang SMK khusus seni di Taman Budaya,” ujar Thomas dalam video yang beredar, Jumat (26/9/2025).
Swasta Menilai Kebijakan Tak Peka Kondisi
Bagi sekolah swasta, kebijakan itu dianggap mengabaikan realitas di lapangan. Mereka menilai langkah tersebut semakin menekan keberlangsungan lembaga pendidikan masyarakat yang saat ini tengah berjuang dengan keterbatasan siswa dan minimnya bantuan anggaran.
Data menunjukkan, di Bandar Lampung ratusan SMA/SMK swasta hanya mampu berebut sekitar 2.000 lulusan SMP, sementara sekolah negeri bisa menampung lebih dari 12.000 siswa. Kondisi ini diperparah dengan pernyataan Thomas sebelumnya, yang menegaskan bahwa bantuan BOS daerah (BOSDA) dan BOP hanya akan dialokasikan untuk sekolah negeri pada 2025–2026.
“Dengan menambah jurusan otomatis menambah rombel, dan menambah rombel berarti menambah kuota siswa baru. Itu jelas menekan sekolah swasta,” kritik salah satu kepala sekolah.
Thomas Bantah Tuduhan “Matikan Swasta”
Menanggapi tudingan tersebut, Thomas Amirico membantah. Ia menegaskan kebijakan pembukaan jurusan seni dilakukan atas dasar minat siswa, bukan untuk menyingkirkan swasta.
“Kebijakan ini berkeadilan. Kuotanya tetap sesuai rombel, tidak ada penambahan ruang kelas. Jadi sekolah swasta tidak perlu khawatir,” jelasnya, Sabtu (27/9/2025).
Namun, penjelasan itu tak meredakan keresahan. Pihak swasta menyoroti kejanggalan kapasitas di SMK Negeri 5 Bandar Lampung yang sudah menampung 1.428 siswa dengan 44 rombel, sementara hanya tersedia 26 ruang kelas.
Babak Baru Ketegangan Negeri vs Swasta
Polemik ini memperlihatkan ketegangan yang kian tajam antara sekolah negeri dan swasta. Pemerintah mengklaim kebijakannya demi menyalurkan minat siswa, sedangkan sekolah swasta melihatnya sebagai ancaman eksistensi.
Jika tidak ada solusi yang berimbang, jurang ketidakadilan pendidikan di Lampung dikhawatirkan semakin melebar. Pada akhirnya, siswa dan orang tua lah yang paling dirugikan—dihadapkan pada akses pendidikan yang kian timpang antara negeri dan swasta.***