SAIBETIK– Polemik penahanan ijazah lulusan Akademi Kebidanan (Akbid) Wira Buana Metro mencuat setelah keluarga mahasiswa bernama Dianty Khairunisa mengungkapkan keresahan mereka. Keluarga menyatakan ijazah Dianty belum diserahkan oleh pihak kampus selama hampir tiga tahun, meskipun yang bersangkutan telah mengikuti yudisium dan wisuda pada September 2022. Persoalan ini memunculkan perbedaan keterangan antara keluarga mahasiswa dan pihak kampus terkait alasan keterlambatan penyerahan ijazah.
Keluarga Dianty menilai penahanan ijazah tersebut tidak wajar. Mereka menyebut pihak kampus beralasan nilai praktik klinik kebidanan dari RS Ahmad Yani Metro belum diterima oleh bagian akademik. Namun, keluarga membantah klaim itu setelah melakukan klarifikasi langsung ke rumah sakit. Berdasarkan keterangan Kepala Ruangan Kebidanan RS Ahmad Yani Metro, nilai praktik mahasiswa, termasuk atas nama Dianty Khairunisa, disebut telah diserahkan kepada pihak kampus sesuai prosedur.
Di sisi lain, Wakil Rektor Akbid Wira Buana, Hikmah, didampingi Humas Haidir, memberikan klarifikasi bahwa kampus tidak pernah menahan ijazah mahasiswa secara sepihak. Menurut Hikmah, Dianty dinilai belum memenuhi seluruh kewajiban praktik yang menjadi syarat kelulusan. Ia menyebut terdapat ketidakhadiran saat praktik dinas malam yang tidak diganti sesuai ketentuan, serta tidak dilengkapi surat keterangan resmi dari fasilitas kesehatan pemerintah.
“Pendidikan kebidanan itu 60 persen praktik dan 40 persen teori. Kehadiran praktik wajib 100 persen. Karena ada praktik yang tidak dijalankan, kampus memberi kebijaksanaan dengan syarat magang dua bulan agar kompetensi terpenuhi,” ujar Hikmah.
Pihak kampus juga menegaskan bahwa nilai praktik dari rumah sakit memang sudah masuk, namun hasilnya dinilai jauh berbeda dibanding mahasiswa lain sehingga diperlukan langkah pembinaan tambahan. Kampus mengklaim kebijakan tersebut telah disepakati melalui perjanjian, namun hingga kini Dianty disebut tidak pernah datang kembali ke kampus untuk menyelesaikan kewajibannya atau mengambil ijazah.
Sementara itu, keluarga Dianty berpandangan bahwa secara akademik mahasiswa tidak mungkin diizinkan mengikuti yudisium dan wisuda apabila nilai belum lengkap. Karena itu, mereka menilai tanggung jawab administratif sepenuhnya berada pada institusi pendidikan. Praktisi hukum Ardian menilai, jika mahasiswa telah dinyatakan lulus, penahanan ijazah tanpa dasar hukum yang jelas berpotensi melanggar prinsip pelayanan pendidikan dan dapat dikategorikan sebagai maladministrasi.
Akbid Wira Buana menyatakan terbuka untuk menyelesaikan persoalan ini secara langsung dan siap menghadapi proses hukum apabila ditempuh. Pihak keluarga berharap sengketa tersebut dapat diselesaikan secara transparan dan adil, mengingat dampak penahanan ijazah terhadap peluang kerja, pengurusan STR Bidan, serta kondisi psikologis lulusan yang bersangkutan.***






