SAIBETIK — Dugaan ketertutupan informasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Tanggamus terkait 57 desa penerima insentif Dana Desa dari Kementerian Keuangan RI kembali menjadi sorotan publik. Dalam era keterbukaan informasi publik, tindakan menutup-nutupi data yang seharusnya dapat diakses masyarakat dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran pemerintah.
Praktisi hukum dan pengamat tata kelola pemerintahan, Hendri Adriansyah, menegaskan bahwa setiap lembaga publik wajib menyediakan informasi yang akurat, benar, dan mudah diakses. Menurut Hendri, jika PMD Tanggamus tidak membuka data desa penerima insentif, lembaga tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Badan publik wajib menyediakan data yang jelas dan tidak menyesatkan. Keterlambatan atau penolakan akses informasi bukan saja mengganggu hak masyarakat, tapi juga bisa memicu dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa,” ujar Hendri kepada awak media, Sabtu (25/10/2025).
Hendri menambahkan bahwa sikap tertutup PMD Tanggamus dapat menimbulkan spekulasi negatif di masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik adalah pilar utama dalam menciptakan good governance. “Dana Desa dibiayai oleh APBN yang berasal dari pajak rakyat. Setiap warga berhak mengetahui bagaimana insentif dialokasikan, digunakan, dan dipertanggungjawabkan,” kata Hendri.
Menurutnya, UU KIP mengatur bahwa badan publik harus menyediakan informasi secara berkala, dan menjawab permintaan informasi publik dengan cepat, tepat, dan sederhana. Pengecualian hanya berlaku untuk informasi yang bersifat rahasia negara, terkait keamanan nasional, atau data pribadi yang dilindungi hukum. Namun, praktik di lapangan menunjukkan masih banyak pejabat yang menganggap keterbukaan informasi sebagai ancaman, bukan kewajiban.
“Kesadaran pejabat publik terhadap UU KIP masih rendah. Banyak yang belum memahami bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan fondasi pencegahan korupsi dan penyalahgunaan anggaran,” tegas Hendri.
Hendri juga menjelaskan langkah-langkah yang dapat diambil masyarakat jika informasi tetap ditutup. Salah satunya adalah mengajukan sengketa informasi publik melalui Komisi Informasi Provinsi. “Ini adalah hak konstitusional warga negara. Tidak ada kompromi jika pemerintah daerah mengabaikan kewajibannya,” imbuhnya.
Praktisi hukum ini menekankan bahwa keterbukaan informasi tidak hanya bermanfaat untuk memantau anggaran, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. “Transparansi menumbuhkan akuntabilitas, mencegah penyimpangan, dan memberi rasa aman bagi masyarakat. Ketertutupan justru membuka ruang kecurigaan,” jelas Hendri.
Kasus dugaan penyembunyian data ini menjadi perhatian banyak pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil yang fokus pada pengawasan penggunaan Dana Desa. Mereka menuntut agar PMD Tanggamus segera membuka data penerima insentif dan menegakkan prinsip akuntabilitas publik.
“Masyarakat berhak mengetahui bagaimana Dana Desa dikelola. Jangan sampai informasi tertutup menjadi tameng bagi penyimpangan. Keterbukaan adalah pintu pertama menuju pemerintahan yang bersih dan adil,” tutup Hendri.
Tag: PMD Tanggamus, Dana Desa, Keterbukaan Informasi Publik, Transparansi Anggaran, Desa Penerima Insentif, Komisi Informasi, Good Governance
Deskripsi Berita: Dugaan ketertutupan informasi oleh PMD Tanggamus terkait 57 desa penerima insentif Dana Desa menjadi sorotan publik. Praktisi hukum menekankan pentingnya transparansi dan hak masyarakat untuk mengakses data penggunaan anggaran.
Deskripsi Foto: Praktisi hukum Hendri Adriansyah memberikan keterangan pers terkait dugaan ketertutupan informasi oleh Dinas PMD Tanggamus mengenai 57 desa penerima insentif Dana Desa. Foto menunjukkan Hendri berbicara di depan media dengan gestur tegas, diiringi dokumen terkait.
Tanggamus, 26 Oktober 2025 — Dugaan ketertutupan informasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Tanggamus terkait 57 desa penerima insentif Dana Desa dari Kementerian Keuangan RI kembali menjadi sorotan publik. Dalam era keterbukaan informasi publik, tindakan menutup-nutupi data yang seharusnya dapat diakses masyarakat dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran pemerintah.
Praktisi hukum dan pengamat tata kelola pemerintahan, Hendri Adriansyah, menegaskan bahwa setiap lembaga publik wajib menyediakan informasi yang akurat, benar, dan mudah diakses. Menurut Hendri, jika PMD Tanggamus tidak membuka data desa penerima insentif, lembaga tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Badan publik wajib menyediakan data yang jelas dan tidak menyesatkan. Keterlambatan atau penolakan akses informasi bukan saja mengganggu hak masyarakat, tapi juga bisa memicu dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa,” ujar Hendri kepada awak media, Sabtu (25/10/2025).
Hendri menambahkan bahwa sikap tertutup PMD Tanggamus dapat menimbulkan spekulasi negatif di masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik adalah pilar utama dalam menciptakan good governance. “Dana Desa dibiayai oleh APBN yang berasal dari pajak rakyat. Setiap warga berhak mengetahui bagaimana insentif dialokasikan, digunakan, dan dipertanggungjawabkan,” kata Hendri.
Menurutnya, UU KIP mengatur bahwa badan publik harus menyediakan informasi secara berkala, dan menjawab permintaan informasi publik dengan cepat, tepat, dan sederhana. Pengecualian hanya berlaku untuk informasi yang bersifat rahasia negara, terkait keamanan nasional, atau data pribadi yang dilindungi hukum. Namun, praktik di lapangan menunjukkan masih banyak pejabat yang menganggap keterbukaan informasi sebagai ancaman, bukan kewajiban.
“Kesadaran pejabat publik terhadap UU KIP masih rendah. Banyak yang belum memahami bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan fondasi pencegahan korupsi dan penyalahgunaan anggaran,” tegas Hendri.
Hendri juga menjelaskan langkah-langkah yang dapat diambil masyarakat jika informasi tetap ditutup. Salah satunya adalah mengajukan sengketa informasi publik melalui Komisi Informasi Provinsi. “Ini adalah hak konstitusional warga negara. Tidak ada kompromi jika pemerintah daerah mengabaikan kewajibannya,” imbuhnya.
Praktisi hukum ini menekankan bahwa keterbukaan informasi tidak hanya bermanfaat untuk memantau anggaran, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. “Transparansi menumbuhkan akuntabilitas, mencegah penyimpangan, dan memberi rasa aman bagi masyarakat. Ketertutupan justru membuka ruang kecurigaan,” jelas Hendri.
Kasus dugaan penyembunyian data ini menjadi perhatian banyak pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil yang fokus pada pengawasan penggunaan Dana Desa. Mereka menuntut agar PMD Tanggamus segera membuka data penerima insentif dan menegakkan prinsip akuntabilitas publik.
“Masyarakat berhak mengetahui bagaimana Dana Desa dikelola. Jangan sampai informasi tertutup menjadi tameng bagi penyimpangan. Keterbukaan adalah pintu pertama menuju pemerintahan yang bersih dan adil,” tutup Hendri.***








