SAIBETIK — Aparatur Sipil Negara (ASN) di Tanggamus kini resmi “terikat” oleh sidik jari digital. Pada Senin, 8 Desember 2025, Pemerintah Kabupaten Tanggamus meluncurkan Aplikasi Absensi Fingerprint Online Terintegrasi, sebuah terobosan yang diklaim sebagai bagian dari transformasi digital pemerintah daerah. Sistem ini dirancang untuk memantau kehadiran seluruh ASN, Non-ASN, hingga tenaga kebersihan dan driver secara real-time.
Peluncuran ini disambut sebagai inovasi penting, namun di balik euforia digital terdapat fakta yang cukup miris: setelah sekian dekade reformasi birokrasi, peningkatan tunjangan, dan pelatihan berbasis integritas, masalah utama yang masih menghantui ASN adalah **disiplin kehadiran**, bukan kualitas layanan atau inovasi. Sidik jari digital pun dipandang sebagai solusi untuk menegakkan kedisiplinan waktu, seolah-olah tanpa alat ini, anarki absensi akan terus terjadi.
Bupati Tanggamus, Drs. Hi. Moh. Saleh Asnawi, MA., MH., dalam pidatonya menekankan pentingnya kedisiplinan waktu sebagai pilar utama budaya kerja, dan mengajak seluruh ASN untuk berkomitmen pada “Semangat Budaya Kerja Jalan Lurus.” Pernyataan ini sekaligus menjadi tamparan halus bagi birokrasi, menunjukkan bahwa integritas dan kualitas kerja ASN masih memerlukan “alat bantu” digital agar tercapai.
Menurut Kepala Dinas Kominfo Suhartono, aplikasi ini memungkinkan pemantauan kehadiran dari Dashboard Eksekutif Bupati, sekaligus memperkuat sistem penilaian kinerja ASN. Sistem ini juga dirancang untuk meminimalkan potensi ASN mangkir dari kewajibannya. Meski demikian, pengawasan digital penuh masih menemui hambatan: di tingkat kecamatan, infrastruktur jaringan dan integrasi perangkat fingerprint masih dalam tahap penyelesaian. Akibatnya, data kehadiran di beberapa wilayah masih abu-abu, menimbulkan pertanyaan seberapa akurat sistem ini dalam menilai kinerja ASN secara keseluruhan.
Peluncuran sistem fingerprint ini juga terkait dengan peningkatan Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Kabupaten Tanggamus. Dari peringkat “Kurang” pada 2021, kini Tanggamus diklaim mencapai peringkat “Sangat Baik” pada 2025. Bahkan, Tanggamus menerima penghargaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai kabupaten terbaik dalam penerapan transformasi digital di Lampung. Namun, peningkatan angka indeks ini belum tentu berbanding lurus dengan kualitas layanan publik yang dirasakan warga. Infrastruktur digital yang canggih bisa dinikmati ASN, tetapi mentalitas pelayanan publik dan integritas dasar ASN tetap menjadi tantangan tersendiri.
Sistem fingerprint adalah solusi teknologi untuk masalah disiplin, bukan obat bagi mentalitas birokrasi yang terkadang lemah. Kolaborasi antara BKPSDM dan Dinas Kominfo berhasil menciptakan alat yang mampu memastikan ASN datang dan pulang tepat waktu. Namun, jika akuntabilitas hanya diukur dari kehadiran, pertanyaan besar tetap muncul: apakah kualitas layanan, inovasi, dan kepuasan masyarakat ikut meningkat, atau hanya formalitas digital belaka?
Peluncuran ini menjadi simbol janji digital Tanggamus dalam membangun akuntabilitas ASN. Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa sistem ini tidak berhenti sebagai alat kontrol kehadiran, tetapi mampu memacu ASN meningkatkan produktivitas, integritas, dan kualitas layanan publik. Jika mentalitas birokrasi tidak ikut “melompat” seiring teknologi, sidik jari digital hanyalah angka di dashboard, sementara warga tetap menunggu pelayanan yang lebih baik.
Tanggamus kini resmi memasuki era sidik jari digital, tapi pertanyaannya tetap: akankah ini benar-benar menandai revolusi integritas ASN, atau hanya menjadi alibi baru birokrasi yang dibungkus data real-time dan indeks SPBE tinggi?***






