SAIBETIK— Suasana haru dan penuh makna mewarnai wisuda Program Tsaqifah di Pesantren Lansia Al-Ishlah, Pringsewu, yang digelar pada Minggu, 7 Desember 2025, di Masjid Al-Ishlah Pringsewu. Acara bertajuk “Merencanakan Kematian yang Indah” ini menarik perhatian banyak kalangan karena menekankan pentingnya persiapan spiritual bagi para lansia dalam menyambut kematian, sebuah fase kehidupan yang pasti dialami setiap manusia.
Ketua Yayasan Ishlahul Umat Lampung, Ustaz Latief Al Imami, menyampaikan bahwa wisuda ini bukan akhir dari proses pembelajaran para santri lansia. Ia menegaskan bahwa program Tsaqifah dirancang agar peserta terus belajar, memperdalam pemahaman agama, dan membekali diri menghadapi kematian dengan tenang dan husnul khatimah. “Wisuda ini diharapkan menjadi motivasi bagi masyarakat, khususnya lansia, untuk aktif mempelajari agama dan menyiapkan diri menghadapi sesuatu yang pasti yaitu kematian,” ujarnya.
Ustaz Latief menekankan bahwa kematian yang husnul khatimah bukanlah hal yang datang tiba-tiba. “Perlu direncanakan dan dipersiapkan dengan ilmu, amal shalih, dan pemahaman yang benar sejak dini. Ini bagian dari ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT,” jelasnya. Ia menambahkan, program ini merupakan ikhtiar Yayasan Ishlahul Umat untuk membekali lansia dengan kesiapan spiritual, agar mereka dapat menghadapi kematian dengan hati yang tenang, penuh harap akan rahmat Allah, dan meninggalkan kehidupan dengan amal baik yang menjadi bekal akhirat.
Acara wisuda diisi dengan tausyiah mendalam oleh Ustadz Syahid Abdullah, Lc., M.E., Dai MUI Pusat. Dalam ceramahnya, ia menekankan tiga amalan penting yang perlu dijalankan agar meninggal dalam keadaan husnul khatimah. “Pertama, istiqomah dalam keimanan kepada Allah Ta’ala; kedua, rajin bersedekah; dan ketiga, menjaga tali silaturahmi,” jelasnya. Ustadz Syahid juga menekankan bahwa ketiga amalan ini saling terkait, membentuk kehidupan spiritual yang seimbang antara ibadah, kebaikan sosial, dan hubungan dengan sesama.
Wisuda kali ini diikuti oleh 109 santri lansia dengan rentang usia 60 hingga 70 tahun. Namun, beberapa peserta bahkan jauh lebih lanjut usia, seperti Dirjo Utomo (96 tahun), Sunardi (88 tahun), Samiyah (84 tahun), dan Sadinem (74 tahun), yang menunjukkan semangat belajar dan pembinaan spiritual tidak mengenal batas usia. Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa semangat belajar dan menyiapkan diri menghadapi kematian dapat dijalani kapan saja, bahkan di usia lanjut.
Selain prosesi wisuda dan tausyiah, kegiatan juga diisi dengan sesi motivasi dan diskusi interaktif antara santri dan para pembimbing, sehingga para peserta dapat bertanya langsung dan memahami lebih dalam mengenai konsep husnul khatimah. Pembahasan mencakup bagaimana menyelaraskan kehidupan sehari-hari dengan nilai-nilai spiritual, menjaga konsistensi amal shalih, dan membangun ketenangan batin menjelang ajal.
Ustaz Latief menambahkan bahwa program ini tidak hanya bermanfaat bagi para lansia, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat luas. “Ketika lansia belajar merencanakan kematian dengan baik, mereka sekaligus menjadi teladan bagi generasi muda. Nilai-nilai ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kehidupan yang bermakna dan persiapan akhirat sejak dini,” ujarnya.
Wisuda santri lansia Al-Ishlah ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat dan keluarga peserta. Banyak yang menyatakan kagum dengan dedikasi para santri yang tetap semangat menuntut ilmu di usia senja, serta antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan hingga akhir acara.***






