SAIBETIK— Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pringsewu yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 tentang RTRW Tahun 2023–2043 dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi aktual di lapangan. Karena itu, sejumlah pihak mendorong agar pemerintah daerah segera melakukan revisi tanpa menunggu periode evaluasi lima tahunan sebagaimana biasanya.
Dorongan ini disampaikan oleh Anggota DPRD Kabupaten Pringsewu dari Fraksi Partai NasDem, Leswanda Putera, yang juga menjabat sebagai anggota Komisi II DPRD. Menurutnya, Perda RTRW tersebut kini tidak mencerminkan perkembangan sosial, ekonomi, dan tata ruang wilayah Pringsewu yang dinamis.
“RTRW itu sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi di lapangan. Banyak hal yang tidak terakomodasi, dan ini sangat merugikan pemerintah daerah maupun masyarakat,” tegas Leswanda dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).
Leswanda menjelaskan, ada sejumlah poin mendasar yang absen dalam RTRW Kabupaten Pringsewu. Salah satunya adalah tidak adanya penetapan zona perdagangan dan jasa, padahal wilayah Pringsewu dikenal luas sebagai salah satu sentra bisnis dan ekonomi di Provinsi Lampung. “Kabupaten Pringsewu ini berkembang pesat sebagai daerah perdagangan dan jasa, tapi di RTRW tidak ada zona untuk sektor tersebut. Ini jelas tidak sejalan dengan realitas,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti ketiadaan zona pendidikan dan kawasan industri dalam dokumen RTRW tersebut. “Pringsewu juga dikenal sebagai daerah pelajar dengan banyak sekolah dan kampus, tapi di RTRW tidak ada zona pendidikan. Kawasan industri juga tidak disebutkan, padahal sektor ini sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” tambahnya.
Leswanda menilai absennya zona industri dalam RTRW dapat menimbulkan dampak serius bagi iklim investasi di Pringsewu. Hal itu berarti secara tidak langsung kabupaten tersebut tidak membuka ruang bagi investor untuk membangun sektor industri. “Kalau tidak ada zona industri, maka secara otomatis investor tidak bisa mengurus izin pembangunan pabrik atau usaha karena sistem OSS (Online Single Submission) akan menolak secara otomatis. Ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan menutup peluang kerja bagi masyarakat,” jelasnya.
Ia menambahkan, masuknya investor industri sebenarnya dapat memberikan banyak manfaat bagi daerah, mulai dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), hingga perputaran uang di masyarakat. “Kalau ada pabrik yang berdiri, rakyat bisa bekerja, uang beredar di Pringsewu, dan PAD juga bertambah. Tapi kalau tidak diatur dalam RTRW, semua peluang itu hilang,” katanya menyesalkan.
Politisi Partai NasDem itu juga menegaskan bahwa revisi RTRW bisa dilakukan sebelum masa lima tahun, selama ada alasan yang kuat dan bersifat mendesak. Ia menilai, revisi ini harus menjadi prioritas agar pembangunan di Pringsewu memiliki arah yang jelas. “Saya kira tidak perlu menunggu lima tahun. Kalau memang sudah banyak yang tidak sesuai, segera revisi. Pemerintah harus cepat tanggap,” ujarnya.
Leswanda mencontohkan, kedatangan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi (Wamen Dikti) beberapa waktu lalu untuk meninjau calon lokasi Sekolah Garuda di Pringsewu bisa dijadikan momentum untuk merevisi RTRW. “Saya berharap Bupati bersama OPD terkait segera melakukan kajian dan konsultasi dengan kementerian terkait agar RTRW Pringsewu benar-benar mencerminkan kebutuhan daerah dan memiliki kepastian hukum bagi masyarakat maupun investor,” ujarnya menutup.
Sementara itu, Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pringsewu, Anjarwati, menjelaskan bahwa Perda RTRW No. 1 Tahun 2023 sudah pernah dikonsultasikan ke Kementerian ATR/BPN bersama Kepala Dinas PUPR. Namun, hasil konsultasi tersebut menyatakan bahwa revisi belum bisa dilakukan karena perubahan yang diusulkan masih bersifat minor dan belum mendesak.
“RTRW ini baru berjalan dua tahun, dan berdasarkan ketentuan, peninjauan dapat dilakukan setiap lima tahun sekali. Jadi belum waktunya untuk direvisi, kecuali ada kondisi luar biasa,” jelas Anjarwati. Ia juga menambahkan bahwa proses revisi RTRW membutuhkan kajian akademik mendalam serta konsultasi publik untuk menampung masukan masyarakat, terutama terkait ketentuan umum zonasi (KUZ).
Dengan perbedaan pandangan antara legislatif dan eksekutif tersebut, persoalan revisi RTRW Pringsewu kini menjadi sorotan publik. Warga berharap pemerintah daerah dapat segera mengambil langkah konkret agar kebijakan tata ruang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang terus berkembang di wilayah Pringsewu.***










