SAIBETIK- Pengusaha beras berdarah Bali yang kini duduk sebagai Wakil Bupati Lampung Tengah, Komang Koheri, tiba-tiba menjadi sorotan publik. Di tengah keguncangan politik dan hukum yang melanda jajaran pejabat tertinggi daerah ini, publik mulai bertanya: mampukah Komang Koheri menjaga stabilitas layanan publik, mengawal pembangunan, dan memastikan pemerataan ekonomi di wilayah yang sedang mengalami krisis struktural?
Nama Komang Koheri bukan figur baru. Ia merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dikenal meniti karier politik dari bawah. Sebelum masuk dunia pemerintahan, Komang adalah seorang pengusaha beras yang cukup berhasil di Lampung. Latar belakangnya sebagai mahasiswa ekonomi memberi warna tersendiri pada gaya kepemimpinannya. Kini, dalam kondisi genting, ia menjadi satu-satunya pejabat tinggi kabupaten yang masih dapat bekerja dengan fokus tanpa bayang-bayang skandal.
Sementara itu, posisi Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya telah kosong secara efektif sejak ia ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi. Ardito ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK yang menyita perhatian publik sejak 9 hingga 11 Desember 2025. Ia diduga menerima gratifikasi fee proyek senilai miliaran rupiah yang disebut-sebut digunakan untuk melunasi utang pasca kampanye Pilkada 2024. Penangkapan ini bukan hanya mengguncang pusat pemerintahan, tetapi juga menghambat proses pengendalian pembangunan daerah yang sejak awal menargetkan percepatan infrastruktur dan reformasi pelayanan publik.
Belum selesai kasus Ardito, publik kembali dikejutkan oleh pemeriksaan Sekretaris Daerah Lampung Tengah, Welly. Ia dipanggil Ditreskrimsus Polda Lampung pada 8 Desember 2025 terkait dugaan keterlibatan dalam proses rekrutmen 387 tenaga honorer di Kota Metro yang disebut melanggar UU No. 20/2023. Meski status Welly masih sebatas saksi, proses hukumnya jelas menyita energi dan fokus. Dampaknya, roda administrasi pemerintahan berpotensi berjalan pincang.
Dengan kondisi demikian, tumpuan masyarakat kini mengarah pada satu nama: Komang Koheri. Sebagai wakil bupati, ia memegang posisi strategis untuk memastikan sistem tetap berjalan, apalagi ketika jabatan bupati dan sekda tengah dihadapkan pada persoalan hukum. Tantangannya tidak sederhana. Ia harus menjaga pelayanan publik tetap stabil, pengawasan proyek pembangunan berjalan baik, serta memastikan distribusi anggaran tetap transparan di tengah turbulensi politik.
Memimpin Lampung Tengah bukanlah tugas ringan. Daerah ini telah dikenal sebagai salah satu wilayah dengan rekam jejak korupsi yang paling berulang di Indonesia. Setidaknya tiga bupati dalam tiga rezim berbeda telah jatuh akibat kasus rasuah: Andi Achmad Sampurna Jaya, Mustafa, dan sekarang Ardito Wijaya. Ketiganya tumbang karena kasus serupa: penyalahgunaan kewenangan dan permainan proyek yang melibatkan aktor birokrasi hingga jaringan politik.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar: apakah Komang Koheri akan mampu memutus lingkaran setan korupsi yang sudah mengakar lebih dari satu dekade? Atau justru akan terseret dalam pusaran yang sama seperti pendahulunya?
Jika Komang ingin menjaga citra bersih dan kepercayaan publik, ia harus bergerak cepat. Konsolidasi internal, audit menyeluruh terhadap proyek pemerintah, serta pembenahan manajemen birokrasi menjadi pekerjaan mendesak. Di tengah kekacauan politik, publik menuntut figur yang mampu menjamin bahwa pelayanan publik tidak berhenti dan arah pembangunan tetap terjaga.
Dalam kondisi Lampung Tengah yang rawan, keberhasilan Komang Koheri menjaga stabilitas tidak hanya menentukan nasib pemerintah hari ini, tetapi juga masa depan politik daerah yang sudah terlalu lama dihantui skandal.***









