SAIBETIK — Harga singkong yang terus merosot mendorong Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Provinsi Lampung bersuara lantang. Ketua Fraksi PKB, Fatikhatul Khoiriyah, mendesak pemerintah pusat segera menghentikan impor tapioka yang dinilai memperparah kondisi petani lokal.
Dalam keterangannya, Rabu malam (25/6/2025), Fatikhatul mengapresiasi langkah Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal yang hadir langsung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Legislasi DPR RI di Jakarta, menyuarakan usulan penghentian impor tepung tapioka.
“Kebijakan penghentian impor sangat penting untuk melindungi petani dan memperkuat industri dalam negeri. Fraksi PKB konsisten memperjuangkan keadilan harga bagi petani singkong,” tegas Fatikhatul, yang juga menjabat sebagai Anggota Komisi II DPRD Lampung.
Ia menyebut, upaya memperbaiki ekosistem pertanian singkong tak bisa dilakukan sepihak. Harus ada sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri agar petani tidak terus menjadi korban dari arus impor yang tidak terkendali.
“Ini adalah perjuangan menuju kemandirian pangan nasional. Ketika petani dilindungi, ekonomi desa ikut bergerak, industri lokal tumbuh, dan ketahanan pangan menjadi nyata,” ujarnya.
Dalam forum RDPU, Gubernur Lampung menyampaikan data produksi singkong provinsi yang mencapai hampir 20 juta ton per tahun dari 600 ribu hektare lahan. Namun ironisnya, Indonesia masih terus mengimpor tapioka dengan alasan defisit.
“Kalau defisit hanya 1 juta ton, mengapa data dari pengusaha menyebutkan ada selisih 1,5 hingga 2 juta ton yang tidak tercatat dalam SIINas? Ini tidak sinkron,” kata Gubernur dengan nada kritis.
Gubernur pun mendesak agar pemerintah pusat segera menerapkan Larangan Terbatas (Lartas) atas impor tapioka, atau minimal mengenakan pajak masuk yang signifikan untuk menjaga keseimbangan harga dan daya saing industri lokal.
Langkah Gubernur Lampung ini mendapatkan apresiasi dari Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, yang menyebut kehadiran rombongan Lampung—termasuk tujuh kepala daerah sentra singkong—sebagai sinyal kuat bahwa singkong adalah komoditas strategis nasional yang perlu perlindungan konkret dari negara.
Dengan dukungan dari berbagai elemen, termasuk legislatif daerah seperti Fraksi PKB dan eksekutif provinsi, harapan baru muncul bagi para petani singkong untuk mendapatkan harga yang adil dan perlindungan berkelanjutan di tengah tekanan pasar global.***