SAIBETIK– Isu pengumpulan data siswa melalui metode door to door oleh aparat kecamatan dan kelurahan kembali menjadi perbincangan hangat di Bandar Lampung. Wali Kota Eva Dwiana, yang kini akrab disebut The Killer Policy, dikonfirmasi tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan Program Indonesia Pintar (PIP).
Kabid Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Sunardi, menjelaskan secara tegas bahwa pengajuan PIP hanya dapat dilakukan oleh tiga pihak, yaitu sekolah, jaringan aspirasi anggota legislatif (Aleg), dan individu secara online. “Yang bisa mengusulkan PIP itu sekolah, jaring aspirasi Aleg, dan pribadi secara online,” ujarnya melalui pesan singkat pada Jumat, 15 Agustus 2025. Pernyataan ini otomatis mematahkan klaim Camat Enggal M. Supriyadi yang sebelumnya mengaku melakukan kunjungan ke sekolah untuk mengumpulkan data siswa by name by address dalam rangka PIP, dan menegaskan kunjungannya tidak terkait dengan Sekolah Siger, sebuah SMA swasta yang saat ini berstatus ilegal.
Supriyadi mengklaim kunjungannya ke sekolah merupakan inisiatif pribadi, bukan perintah dari Wali Kota maupun Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. Ia menambahkan, kehadirannya ditujukan untuk mengenal kepala sekolah dan memastikan data siswa yang potensial untuk menerima PIP. “Enggak cuma Swasta, yang negeri juga saya datangi,” katanya, Kamis, 14 Agustus 2025.
Namun, jika mengacu pada pernyataan Kabid Dinas Pendidikan, keberadaan Supriyadi ke sekolah menjadi pertanyaan besar. Praktisi pendidikan M. Arief Mulyadin menilai, pola gerakan door to door oleh camat dan lurah pada hari yang sama, Senin 11 Agustus 2025, menimbulkan kekhawatiran bagi kepala sekolah. Ia menilai kemungkinan data siswa digunakan untuk kepentingan lain, terutama untuk menarik siswa dari SMA/SMK swasta ke Sekolah Siger yang masih ilegal.
Camat Sukarame, Zolahuddin, bahkan mengakui kehadiran pihaknya ke sekolah bertujuan untuk sosialisasi Sekolah Siger dan program beasiswa kuliah. “Kadang data diminta ke RT tapi alasannya tidak ada, jadi kita turun langsung agar tidak ada miskomunikasi,” ujarnya. Hal ini semakin memperjelas adanya potensi benturan kepentingan antara aparat kecamatan dengan sekolah swasta yang sah secara administratif.
Arief menegaskan, data siswa yang dikumpulkan secara door to door oleh camat dan lurah bisa menimbulkan masalah serius jika digunakan untuk menarik siswa ke sekolah ilegal. Ia menyarankan agar kepala sekolah berhati-hati dan menolak memberikan data tanpa surat resmi dari pemerintah.
DPRD Kota Bandar Lampung melalui Komisi 4 menyatakan sejauh ini belum membahas aliran dana atau legitimasi anggaran untuk Sekolah Siger. Komisi baru akan membahasnya dalam rapat mendatang, sehingga status legalitas sekolah dan mekanisme pengumpulan data siswa menjadi sorotan serius publik.
Kasus ini menimbulkan perdebatan terkait batas kewenangan pemerintah daerah dalam mengakses data siswa dan perlindungan hak sekolah swasta yang sah, sekaligus menekankan pentingnya koordinasi antar instansi pendidikan untuk mencegah penyalahgunaan data.
tag: pendidikan Bandar Lampung, PIP, Sekolah Siger, camat door to door, data siswa, Dinas Pendidikan Lampung, pengawasan sekolah swasta
deskripsi: Wali Kota Bandar Lampung tidak berwenang mengajukan PIP, sementara camat melakukan door to door mengumpulkan data siswa. Praktisi pendidikan menyoroti potensi penyalahgunaan data untuk Sekolah Siger yang masih ilegal, mendorong perlunya koordinasi dan pengawasan ketat di sektor pendidikan.